Jakarta, CNN Indonesia -- PT PLN (Persero) belum bisa memutuskan penurunan tarif listrik usai penetapan harga batu bara untuk pembangkit yang dipatok di angka US$70 per ton atau lebih rendah dari Harga Batubara Acuan (HBA) saat ini yaitu US$101,86 per ton. Pasalnya, masih ada faktor lain yang memberatkan penurunan tarif listrik.
Direktur Pengadaan Strategis PLN Supangkat Iwan Santoso mengatakan bahwa ada keinginan PLN untuk menurunkan tarif listrik. Namun, saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan harga minyak mentah Indonesia
(Indonesian Crude Price/ICP) yang masih bergerak menanjak memberatkan perseroan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 41 Tahun 2017, kurs, harga ICP, dan inflasi menjadi tiga tolak ukur utama dalam menentukan tarif listrik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya cita-citanya tarif listrik turun, tapi kan ada komponen lain yang perlu disesuaikan seperti valuta asing dan ICP, dan ini kan sama sekali tidak bisa kami kendalikan," jelas Iwan di Kementerian ESDM, Jumat (9/3).
Kendati demikian, penurunan harga batu bara ini dianggapnya membantu keuangan PLN secara signifikan. PLN bisa menghemat sebesar Rp18 triliun dengan tak lagi menggunakan HBA yang saat ini berada di posisi US$100 per ton.
Ia menjelaskan, bahwa harga batu bara yang ditetapkan sebesar US$70 per ton setara dengan batu bara kalori sebesar 6.322. Namun, PLN sendiri lebih banyak menggunakan batu bara dengan kalori 4.200 hingga 4.500 dengan jumlah 30 persen dari seluruh kebutuhan batu bara.
Jika HBA sebesar US$100 per ton, maka harga batu bara dengan kalori 4.200 hingga 4.500 ada di angka US$55 per ton. Namun, setelah harga tertinggi batu bara bagi pembangkit ditetapkan di angka US$70 per ton, maka harga batu bara dengan kalori 4.200 hingga 4.500 ini bisa mencapai US$35 per ton.
"Saya kira penurunan harga batu bara ini positif untuk penurunan biaya pokok produksi kami. Apalagi sebagian besar batu bara dengan kalori 4.200 hingga 4.500 ini digunakan di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Jawa," imbuh dia.
Setelah ini, ia mengatakan bahwa PLN akan melakukan efisiensi dari segi transportasi dan biaya operasional yang lain demi melanjutkan penugasan rasio elektrifikasi pedalaman. Adapun, PLN memiliki tugas untuk menerangi 2.511 desa hingga tahun 2019 mendatang.
"Kemarin kami sempat putus asa lantaran harga batu bara tinggi dan kami tak punya anggaran untuk membangun listrik di wilayah terluar dan terpencil," imbuh dia.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1395 tahun 2018 sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Melalui beleid tersebut, pemerintah menetapkan harga khusus batu bara bagi kebutuhan tenaga listrik dalam negeri sebesar US$70 per ton.
Menurut beleid tersebut, PLN bisa membeli batu bara dengan harga US$70 per ton jika HBA berada di atas angka tersebut. Sementara itu, jika HBA berada di bawah US$70 per ton, maka PLN tetap membayar sesuai harga HBA tersebut.
Saat ini, 57,22 persen dari total kapasitas pembangkit Indonesia sebesar 60 Gigawatt (GW) dihidupkan lewat tenaga batu bara. Di tahun ini, PLN sendiri membutuhkan batu bara sebanyak 89 juta ton.
(agi)