Tensi Geopolitik AS-Iran Memanas, Harga Minyak Menguat

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Senin, 07 Mei 2018 07:14 WIB
Pada pekan lalu, Harga minyak mentah berjangka AS WTI ditutup menguat menjadi US$69,72 per barel, sedangkan harga minyak Brent naik jadi US$74,87 per barel.
Pada pekan lalu, Harga minyak mentah berjangka AS WTI ditutup menguat menjadi US$69,72 per barel, sedangkan harga minyak Brent naik jadi US$74,87 per barel. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak mentah menguat pada perdagangan sepanjang pekan lalu. Penguatan dipicu oleh masih ketatnya pasokan global dan pelaku pasar yang menunggu kabar dari Washington, terkait kemungkinan pengenaan sanksi baru terhadap Iran.

Dikutip dari Reuters, Senin (7/5), harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) menguat lebih dari 2,3 persen secara mingguan, menjadi US$69,72 per barel pada penutupan perdagangan Jumat (4/5) lalu. Harga WTI sempat menyentuh level US$69,97 per barel, tertinggi sejak November 2014, selama sesi perdagangan berlangsung.

Sementara, harga minyak mentah berjangka Brent pada perdagangan akhir pekan lalu ditutup di level US$74,87 per barel atau menguat 0,3 persen secara mingguan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur Mizuho Bob Yawger mencatat 12 Mei 2018 bakal menjadi tenggat waktu bagi negara-negara di Eropa untuk memperbaiki kesepakatan nuklir dengan Iran. Jika hal itu tidak dilakukan, AS bakal menjatuhkan sanksi kembali pada negara produsen minyak tersebut.

"Anda memiliki 12 Mei 2018 dan headlines dari Trump untuk menopang pasar," ujar Yawger.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammed Javad Zarif pada Kamis lalu menyatakan bahwa permintaan AS untuk mengubah kesepakatan nuklir dengan negara-negara sekutunya di Eropa tidak dapat diterima.

Negara kuat di Eropa ingin menyerahkan kepada Trump rencana untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir dengan Iran pekan depan. Namun, mereka mulai bersiap untuk melindungi ikatan bisnis antara Eropa-Iran jika Trump memutuskan untuk keluar dari kesepakatan nuklir tersebut.

Sebagai catatan, Iran kembali menjadi eksportir minyak mentah utama dunia pada Januari 2016 saat sanksi internasional diangkat dengan imbalan penghentian program nuklir Teheran.


Analis ANZ Daniel Hynes dan Soni Kumari menyatakan bahwa harga Brent dapat menembus US$80 per barel pada akhir tahun ini. Penguatan tersebut terjadi akibat naiknya tensi geopolitik global dan pengetatan pasokan global.

"Kami memperkirakan pasar bakal mengetat lebih jauh lagi pada paruh kedua 2018," ujar Hynes dan Kumari dalam catatannya.

Kendati demikian, pertumbuhan pasokan global bakal membatasi kenaikan harga minyak mentah global.

Melesatnya produksi di cekungan minyak shale Permian telah melampaui kapasitas pipa pengangkutnya. Sementara itu, permasalahan di kilang lokal telah memperburuk risiko kelebihan pasokan.


Saat ini, produksi minyak mentah AS telah menyalip pengekspor minyak utama dunia Arab Saudi. Kenaikan produksi minyak mentah selama dua pekan berturut-turut telah membatasi pergerakan harga minyak di sisi atas (upside).

Perusahaan minyak AS menambah jumlah rig selama lima pekan berturut-turut, dengan kenaikan harga minyak yang mendongkrak keuntungan dan mendorong produksi minyak AS ke rekor tertinggi.

Baker Hughes menyatakan para pengebor minyak AS menambah sembilan rig minyak pada pekan yang berakhir 4 Mei 2018, membuat jumlah rig yang beroperasi mencapai 832 rig, tertinggi sejak Maret 2015.

Lebih lanjut, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditi AS (CFTC) menyatakan para manajer keuangan dunia telah memangkas posisi beli bersih (net) untuk kontrak berjangka dan opsi minyak mentah AS pada pekan yang berakhir 1 Mei 2018. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER