Jakarta, CNN Indonesia -- Aturan main baru Bank Indonesia (BI) terkait bisnis
uang elektronik memunculkan dilema bagi perusahaan teknologi berbasis layanan keuangan
(financial technology/fintech). Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik, penerbit uang elektronik dilarang melakukan aksi korporasi, termasuk akuisisi selama lima tahun sejak mengantongi izin.
Pengamat
fintech sekaligus Senior Research Manager dari International Data Corporation (IDC) Indonesia Handojo Triyanto menilai aturan main yang baru ini bisa menjadi disinsentif bagi pemain besar seperti Gojek Indonesia yang tengah mengembangkan dompet elektroniknya, GoPay.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gojek rencananya akan mengakusisi tiga
fintech, yaitu Kartuku, Midtrans, dan Mapan untuk memperkuat bisnisnya. Kartuku dan Midtrans merupakan
fintech penyelenggara sistem pembayaran, sehingga segala prosesnya tentu harus melalui izin BI.
Dengan ketentuan BI, peluang gojek untuk mewujudkan mimpinya saat ini terancam kandas. "Kalau melihat kasus Gojek. Ini kelihatannya dari regulasi cukup menghambat. Ini bisa menghambat perkembangan bisnis juga," ujar Handoko kepada
CNNIndonesia.com, Senin (10/5).
Menurut Handojo, pengembangan ekosistem uang elektronik seharusnya tidak banyak dihambat oleh regulasi. Pasalnya, ekosistem ini tengah berkembang dan diharapkan banyak pemain yang terlibat.
Tetapi dengan banyaknya aturan dari BI, bukan tidak mungkin membuat peminat bisnis ini jadi 'ciut'. "Kalau terlalu banyak aturan ini bisa menghambat juga. Seharusnya ada batasnya, tidak semua dikit-dikit minta izin," terangnya.
Kendati demikian, menurut Handojo, BI kemungkinan memiliki pertimbangan tersendiri dalam membuat aturan. Aturan BI ini dinilai Handojo sebenarnya dapat menghilangkan praktik 'calo' izin. Misalnya, investor yang malas mengurus izin ke BI dapat mengakuisisi atau membeli uang elektronik yang sudah berizin.
"Mungkin investor itu hanya mau gampangnya saja, beli yang sudah punya izin. Seolah-olah seperti ada calo untuk meminta izin ini. Kemudian dijual kembali," katanya.
Dengan aturan main baru BI, ia melihat perusahaan-perusahaan yang masuk ke bidang uang elektronik nantinya akan benar-benar serius dalam memetakan pengembangan bisnis dan kebutuhan modal.
Di sisi lain, sambungnya, aturan ini ada benarnya lantaran bila suatu perusahaan di bidang uang elektronik serius menjajal bisnis ini, tentu perusahaan tersebut sudah memetakan modal yang dimilikinya. Apakah akan cukup untuk mengembangkan bisnis atau tidak?
Dengan begitu, aturan ini akan menjaring pelaku-pelaku yang benar-benar serius dan matang dalam menjalankan bisnis ini dan mengembangkan eksistem uang elektronik bagi masyarakat.
Sementara itu, CEO TCash Danu Wicaksana menilai jangka waktu 'puasa' aksi korporasi selama lima tahun dari BI tidak memberatkan. Ia menilai BI memiliki semangat untuk membangun lebih dulu ekosistem yang ada, sebelum berpindah-pindah tangan.
"Kami pahami karena industri ini juga masih muda, jadi pengawasan terhadap perlindungan konsumen, risiko manajemen, dan lainnya memang sangat penting," ucap Danu.
Selain itu, larangan untuk tidak melaksanakan aksi korporasi dianggapnya juga tidak menjadi penghambat karena pada dasarnya aksi korporasi itu sebenarnya bisa tetap dilakukan asal PSP perusahaan yang mengakuisisi tidak berubah. Meski, akan mengubah PSP perusahaan yang diakuisisi.
Menurut Danu, penerbit uang elektronik masih bisa melakukan akuisisi pada perusahaan yang belum mendapat izin BI. Dengan begitu, aksi korporasi sebenarnya masih bisa dilakukan asal ketentuan dari BI tidak dilanggar.
"Tapi itu nanti menjadi assessment BI, apakah memberikan apakah memberikan approval atau tidak terhadap aksi korporasi tersebut," katanya.
Di sisi lain, Danu melihat BI tetap perlu mempertimbangkan kondisi perkembangan uang elektronik. Bukan tidak mungkin, jika nantinya perkembangan uang elektronik membutuhkan penyesuaian aturan.
"Saya rasa kalau ada konsolidasi di pasar ke depan, selama BI melihat ini bagus untuk sustainability market dan juga bagus untuk konsumen, seharusnya bisa saja diperbolehkan," terangnya.
Kendati begitu, Danu bilang memang layanan uang elektronik yang diberikannya belum berniat untuk melakukan aksi korporasi dalam waktu dekat.
Menurutnya, pengembangan bisnis perusahaan ke depan baru sampai pada perluasan layanan TCash untuk pelanggan seluler non-Telkomsel. Hanya saja, izin tersebut masih diproses oleh BI.
"Kami belum dapat surat resmi, masih menunggu (dari BI)," tuturnya.
Alasan BI
Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Ida Nuryanti mengatakan aturan baru ini bertujuan agar penerbit uang elektronik bisa fokus untuk mengembangkan bisnisnya lebih dulu.
Kendati begitu, bila bisnis sudah berjalan selama lima tahun dan bisnis yang dijalankan sudah terbilang cakap, BI bisa mempertimbangkan peluang penerbit uang elektronik untuk melakukan aksi korporasi. Misalnya, untuk melakukan akuisisi dengan tujuan membuat bisnis lebih besar.
Namun, rencana tersebut harus tetap lebih dulu disampaikan kepada regulator. "Semua penyelenggara sistem pembayaran kalau akan melakukan perubahan kepemilikan itu harus lebih dulu mendapat persetujuan dari BI. Rencananya harus dilaporkan kepada pengawas, lalu pengawas yang akan melihat, apakah disetujui atau tidak," katanya.
Hanya saja, Ida memastikan, aksi korporasi tersebut tetap harus benar-benar memenuhi aturan main yang telah dikeluarkan BI.
"Kalau yang sekarang ini akan melakukan pengembangan dan itu tidak sesuai dengan aturan, terkait
holding period (jangka waktu), PSP, itu semua akan kami lihat. Kalau tidak sesuai, itu tidak akan kami setujui untuk terjadi," pungkasnya.
(agi)