Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati menyebutkan industri berorientasi ekspor berkesempatan untuk mendapatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) atau yang biasa disebut
tax holiday.
Hal ini ditujukan agar ekspor Indonesia semakin berkembang dan aktivitas ekspor mampu memperbaiki defisit neraca perdagangan.
Kebijakan ini rencananya dituangkan sebagai bagian dari paket mini
tax holiday yang tengah disusun pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun, mini
tax holiday adalah pengurangan PPh badan sebesar 50 persen dalam jangka lima tahun khusus bagi nilai investasi di bawah Rp500 miliar.
"Insentif
tax holiday ini sudah kami keluarkan, untuk yang (nilai investasinya) di atas Rp 500 miliar. Sekarang kami akan buat
tax holiday bagi investasi di bawah Rp500 miliar," ujarnya di kantornya, Selasa (22/5).
Menurutnya, fasilitas ini bisa dimanfaatkan oleh perusahaan berorientasi ekspor namun juga padat karya. Rencananya, kajian mengenai mini
tax holiday ini akan dirampungkan pada bulan ini.
Selain mini
tax holiday, Kemenkeu juga tengah menyusun insentif bagi Usaha Kecil dan Menengah dengan menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final dari 1 persen menjadi 0,5 persen serta insentif bagi perusahaan digital.
"Ada banyak kombinasi (dari insentif fiskal) yang bisa menggerakkan potensi ekonomi Indonesia," terang Sri Mulyani.
Banyaknya insentif fiskal yang diberikan tahun ini belum bikin Sri Mulyani khawatir soal penerimaan pajak. Ia berharap, dampak dari pengenaan insentif fiskal ini bisa bermanfaat dalam jangka panjang.
Hingga April 2018, Kemenkeu telah mengantongi penerimaan pajak sebesar Rp383,3 triliun, di mana angka ini bertumbuh 10,89 persen dibanding tahun sebelumnya. Angka ini juga tercatat 28,62 persen dari target penerimaan di tahun ini sebesar Rp1.424 triliun.
"Kami juga menggunakan fiskal untuk memperbaiki struktur ekonomi, meningkatkan ekspor, menunjang ekspor, dan memberi fasilitas pada usaha kecil menengah. Namun, kami melakukan itu tanpa membuat defisit (anggaran) makin besar," imbuhnya.
Ia menilai upaya ini sebagai kombinasi kebijakan. Di satu sisi, tetap jaga stabilitas. Tapi, di sisi lain menggunakan secara selektif instrumennya untuk menyelesaikan masalah-masalah struktural ekonomi.
Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan antara Januari hingga April 2018 defisit sebesar US$1,31 miliar. Angka ini berbalik arah ketimbang periode yang sama tahun lalu yakni surplus US$5,43 miliar.
(bir)