Jakarta, CNN Indonesia --
Yusuf Mansur menargetkan tahun ini perusahaan manajemen investasinya, PT
Paytren Asset Management bisa mengelola dana masyarakat hingga Rp30 triliun. Dana kelola tersebut diharapkan bisa didapat dari beberapa sumber.
Pertama, dana
investasi masyarakat. Yusuf membidik pengelolaan dana investasi masyarakat sampai dengan Rp3 triliun atau 10 persen dari target.
Dana tersebut diharapkan bisa dihimpun dari satu juta investor ritel yang membeli reksadana secara online melalui situs resmi perusahaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bukan datang dari investor besar, melainkan dari masyarakat kecil yang Rp100 ribu, Rp500 ribu, sampai Rp1 juta. Kami akan buat aplikasinya supaya masyarakat bisa beli reksadananya dari website," katanya di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (5/6).
Sementara sumber kedua, diharapkan datang dari penyelenggaraan uang elektronik Paytren miliknya yang baru saja mendapat restu BI. Yusuf berharap sistem pembayaran tersebut diminati masyarakat muslim yang selama ini disebutnya sulit memiliki akses uang elektronik.
"Saya dorong Muhammadiyah dan NU merapat karena memang bikin uang elektronik baru ini sulit. Ini juga supaya persatuan umat, karena BI sekarang galak, tidak boleh ada orang sembarangan bikin aplikasi pembayaran," katanya.
Tambah ProdukSelain mengandalkan produk investasi yang dimiliki saat ini; Falah berupa reksadana saham syariah dan Safa berupa reksadana sukuk, agar dana kelolanya meningkat, Paytren akan menambah produk baru.
Direktur Utama Paytren, Ayu Widuri mengatakan produk baru tersebut nantinya berbentuk saham dan sukuk syariah.
"Dalam waktu dekat, insyaallah kami akan meluncurkan kembali satu produk yang berbasis campuran. Ini masih proses perizinan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," katanya.
Kendati begitu, Ayu belum mau menjelaskan target waktu peluncuran produk tersebut. Pasalnya, OJK sampai saat ini belum memberi lampu hijau pada penerbitan produk tersebut.
Dia hanya mengatakan yakin ke depannya yang dikembangkan Paytren akan efektif mengelola dana masyarakat. Khususnya, untuk turut mengantisipasi risiko dari fluktuasi pasar saham belakangan ini.
"Saat ini kami negatif, tapi kami jauh lebih baik dari Jakarta Islamic Indeks, lebih baik dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan rata-rata reksadana lainnya," katanya.
(agt)