Jakarta, CNN Indonesia --
Bursa saham China dan Hong Kong rontok hingga tiga persen di tengah perseteruan
perang dagang yang kian memanas dengan Amerika Serikat (AS). Apalagi, Presiden AS Donald Trump baru saja menambahkan daftar tarif untuk produk Negeri Tirai Bambu yang bernilai hingga US$200 miliar.
Di China, indeks Shanghai Comp anjlok 3,78 persen ke kisaran 2.907,82, Shanghai All-Share merosot 3,77 persen ke 3.045,66 dan CSI 300 turun 3,53 persen ke 3.621,12. Bahkan, saham ChiNext, perusahaan teknologi tinggi anjlok hingga enam persen, terendah sejak Januari 2015.
Sedangkan di Hong Kong, indeks HS China Ent melorot 3,11 persen ke 11.501,49 dan Hang Seng melemah 2,66 persen ke 29.504,46.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini adalah masa tergelap (dari kinerja bursa saham keduanya), ini masa paling menyiksa pada paruh pertama tahun ini," ujar Zhang Yidong, Ahli Strategi Industrial Securities, dikutip dari Reuters, Selasa (19/6).
Berbanding terbalik dengan bursa saham China dan Hong Kong, saham utama di Wall Street, bursa saham AS justru bergerak cukup stabil. Indeks Dow Jones hanya melemah 0,41 persen ke 24.987,47 dan S&P500 hanya melorot 0,21 persen ke 2.773,75. Sedangkan Nasdaq Composite justru berhasil menguat tipis 0,01 persen ke 7.747,02.
Chris Zaccarelli, Kepala Bidang Investasi dari Independent Advisor Alliance di Carolina, AS menilai pergerakan saham utama di Wall Street tidak terkontraksi dalam karena pasar masih berpandangan bahwa perang dagang ini hanyalah strategi negosiasi dari Trump.
"Hal terbesar yang menggantung di pasar adalah perdagangan dan bolak-balik antara AS dan China," kata Chris Zaccarelli, Chief Investment Officer, Aliansi Penasihat Independen di Charlotte, North Carolina.
"Tapi jika orang berpikir ini benar-benar akan menjadi perang dagang, maka saham akan turun lebih banyak. Fakta mereka turun sangat kecil berarti orang berpikir apa yang dilakukan pemerintahan Trump adalah bagian dari strategi negosiasi mereka," jelasnya.
Perang dagang kedua negara telah digaungkan sejak Maret lalu. Namun, memasuki Juni ini, Trump kembali menyulut emosi pemerintahan China dengan meresmikan tarif bea masuk bagi ekspor China ke Negeri Paman Sam yang bernilai US$50 miliar.
Kebijakan itu langsung dibalas China dengan menyiapkan tarif tinggi terhadap sekitar 1.000 produk-produk asal AS, terutama produk-produk kedirgantaraan, robotik, manufaktur, dan industri otomotif.
Lalu, pada pekan ini, Trump kembali berencana memasang tarif baru untuk produk China yang bernilai hingga US$200 miliar. Bahkan, Trump mengindikasikan tarif tambahan sebesar 10 persen.
"Tindakan lebih lanjut harus diambil untuk mendorong China mengubah praktik tidak adil, membuka pasarnya untuk barang-barang AS dan menerima hubungan perdagangan yang lebih seimbang dengan AS," tandasnya dikutip dari CNN.com.
(bir)