Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku kesulitan memutar balik kondisi
neraca perdagangan yang defisit dalam beberapa bulan belakangan ini menjadi surplus. Pasalnya,
defisit neraca dagang yang terjadi belakangan ini terjadi karena pertumbuhan impor menunjang kegiatan produksi dalam negeri.
Pertumbuhan impor yang tinggi juga terjadi akibat pembangunan infrastruktur besar-besaran yang dilakukan pemerintah.
"Dan yang kami bisa lakukan atas defisit ini adalah kebijakan jangka menengah-panjang dengan meningkatkan kebijakan untuk membangun kapasitas produksi dalam negeri secara jangka panjang," katanya Senin (25/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, pemerintah mulai mengambil kebijakan jangka menengah-panjang untuk mengatasi defisit neraca dagang.
Salah satunya, melalui pemberian insentif berbentuk pembebasan pajak (
tax holiday) dan keringanan pajak (
tax allowance) untuk perusahaan atau industri berbasis ekspor agar mau berinvestasi di dalam negeri.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan mencapai US$1,52 miliar pada Mei 2018. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan defisit terjadi karena nilai impor Mei kemarin mencapai US$17,64 miliar atau lebih tinggi dari ekspor yang hanya US$16,12 miliar.
Suhariyanto mengatakan bahwa secara sektoral impor Mei yang sebesar US$13,11 miliar di antaranya berupa bahan baku, sedangkan US$2,81 miliar lainnya berbentuk barang modal. Sementara itu, untuk barang konsumsi nilainya hanya US$1,73 miliar.
Meski defisit, Ani menyebut bahwa kinerja perdagangan dalam negeri masih memuaskan. Kondisi tersebut tercermin dari kinerja ekspor yang tumbuh 10,9 persen dibanding April 2018.
"Beda dengan impor, walau nominalnya tinggi, tapi hanya tumbuh 9,17 persen dibanding bulan lalu," tandasnya.
(agt/bir)