Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah nampaknya akan memperkuat
cadangan devisa demi menekan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati ketika menghadap Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin (25/6).
Diketahui, cadangan devisa Indonesia terkuras 6,89 persen dari US$132 miliar pada Januari 2018 menjadi US$122,9 miliar pada Mei lalu. Cadangan devisa menciut demi stabilisasi rupiah yang keok terhadap dolar AS.
Berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah telah terdepresiasi 4,16 persen sejak awal tahun hingga hari ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, cadangan devisa juga menipis setelah neraca perdagangan Indonesia tercatat defisit. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Indonesia mengalami defisit perdagangan sebesar US$2,83 miliar sejak Januari hingga Mei.
Menurut Sri Mulyani, Jokowi mengisyaratkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tanpa mengesampingkan transaksi berjalan. Makanya, rencana kebijakan pemerintah ke depan disebut akan fokus pada penguatan cadangan devisa.
"Kalau perekonomian ingin maju terus, tapi transaksi berjalan tetap bisa dijaga dari sisi defisitnya, maka policy-policy (kebijakan-kebijakan) terkait masalah dukungan terhadap ekspor, termasuk tourism (pariwisata). Bagaimana membangun industri yang bisa mensubstitusi impor, itu makin diperkuat," ujarnya.
Namun demikian, kebijakan penguatan cadangan devisa ini tidak harus ditopang oleh kebijakan makroprudensial Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). ia menerangkan penguatan cadangan devisa juga perlu disertai dengan sokongan fiskal.
Makanya, Sri Mulyani melanjutkan penguatan insentif pajak, khususnya bagi sektor riil yang bisa memperkuat ekspor dan berpotensi mendatangkan devisa perlu disiapkan.
"Jadi, kami bersama BI dan OJK bersama Menko Perekonomian melihat kebijakan apa yang bisa dikombinasikan. Tapi tujuannya tetap sama, bagaimana meningkatkan kemampuan untuk mendapatkan devisa, apa itu dari ekspor, pariwisata atau dari sektor jasa lain," imbuh dia.
Khusus mengenai rentetan defisit neraca perdagangan, Sri Mulyani masih enggan menghitung dampaknya ke pertumbuhan ekonomi kuartal II ini. Sekadar informasi, kinerja ekspor netto ialah pembentuk pertumbuhan ekonomi, di samping konsumsi rumah tangga, investasi, dan belanja pemerintah.
"Itu nanti kami akan lihat," jelasnya.
Sebelumnya, BI memproyeksikan defisit neraca transaksi berjalan pada kuarta II 2018 akan melebar. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pelebaran defisit bahkan bisa melebihi 2,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau lebih tinggi dari kuartal I kemarin.
Proyeksi pelebaran defisit tersebut dipicu oleh peningkatan nilai impor dibanding ekspor di sepanjang kuartal II 2018.
"Tapi tidak perlu kaget, karena secara musiman biasanya begitu. Meski begitu, kami lihat secara tahunan tetap tidak lebih tinggi dari proyeksi 2,5 persen dari PDB," tandas Perry.
(bir)