Presiden Jokowi menginginkan insentif fiskal pada APBN 2019 diperbanyak. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 memperbanyak instrumen insentif fiskal agar bisa mendorong kegiatan bisnis dan investasi.
Insentif dibutuhkan sebagai perangsang agar investasi banyak masuk. Jokowi mengatakan, walau secara fundamental ekonomi dalam negeri pada 2019 nanti masih cukup bagus, tekanan masih besar. Utamanya, dari normalisasi suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) Fed Rate serta perang dagang yang berkobar antara AS dengan China.
"Maka itu, harus jaga momentum dorong investasi dan ekspor," katanya di Istana Bogor, Rabu (18/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain memperbanyak insentif fiskal, agar ekonomi 2019 nanti tahan banting, Jokowi juga memerintahkan menterinya untuk meningkatkan sinergi dengan otoritas moneter dalam menjaga kestabilan ekonomi dalam negeri.
Ia juga memerintahkan menterinya untuk menyusun anggaran yang realistis dan tidak mengada-ada.
"Saya perintahkan kementerian dan lembaga untuk fokus dan menyelesaikan program di tahun 2018. Proyek strategis dieksekusi tepat waktu dan tetap menjaga governance sehingga dampaknya bisa dirasakan langsung oleh rakyat," ujarnya.
Tak hanya itu, ia juga meminta jajarannya untuk memfokuskan anggaran di bidang sumber daya manusia agar produktivitas ekonomi bisa lebih baik. Ini bisa dilakukan melalui transmisi anggaran kesehatan dan pendidikan.
"Kami harus tetap menjaga momentum pertumbuhan," jelas Mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Sebelumnya, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui kerangka utama dalam menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019.
Adapun asumsi makroekonomi yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi di angka 5,2 persen hingga 5,6 persen, laju inflasi di angka 2,5 persen hingga 4,5 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar di angka Rp13.700 hingga Rp14 ribu per dolar AS.
Sementara itu, asumsi harga minyak ditetapkan US$60 per barel hingga US$70 per barel, lifting minyak ditetapkan 722 ribu hingga 805 ribu barel per hari, dan lifting gas ditetapkan 1,21 juta hingga 1,3 juta setara barel minyak per hari.
Dari sisi postur fiskal, pendapatan negara dipasang pada rentang 12,7 persen hingga 13,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sementara belanja dipatok di rentang 14,2 persen hingga 15,4 persen dari PDB.
Dengan demikian, pemerintah di tahun depan masih akan menganut postur fiskal ekspansif, dengan defisit APBN di rentang 1,6 persen hingga 1,9 persen dari PDB.