Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati menyebut perusahaan-perusahaan manajemen asing hingga kini masih memberikan reputasi positif bagi Indonesia di tengah sentimen ekonomi global yang menekan negara-negara berkembang saat ini.
Ia menyebut mereka masih optimistis melihat indikator fundamental makroekonomi Indonesia, terutama terkait
pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Di kuartal I, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,06 persen, sedangkan inflasi di Juni secara tahun kalender (
year to date) terjaga di kisaran 1,9 persen.
"Dari pertemuan kami dengan
fund manager, reputasi Indonesia masih dianggap positif sehingga mereka cukup
upbeat dengan Indonesia," jelas Sri Mulyani di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (25/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melanjutkan, pemerintah merasa perlu berbicara dengan manajemen investasi karena perusahaan jasa keuangan masih enggan menempatkan portfolionya di negara berkembang selepas bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed menaikkan suku bunga acuannya Fed Rate 1,25 basis poin setahun belakangan.
Indonesia, menurut dia, masih membutuhkan aliran dana masuk agar nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin stabil sehingga perlu membuat investor masih percaya diri dengan Indonesia. Makanya, pertemuan dengan manajemen investasi dirasa penting untuk menilai daya tarik penanaman modal di Indonesia.
"Saat ini, hampir
investment fund melakukan adjustment portfolio mereka di
emerging market. Jumlah dana di
emerging market menurun, dan makin penting berkompetisi dengan negara lain," jelasnya.
Adapun menurutnya, ada empat hal yang bikin respons pelemahan nilai tukar satu negara berbeda dengan negara lain setelah terpapar dampak kebijakan The Fed. Faktor tersebut yakni kondisi keseimbangan eksternal, fundamental makroekonomi dalam negeri, kondisi fiskal, dan sektor riil. Jika empat indikator tersebut sehat, maka sentimen eksternal harusnya tak begitu terasa.
Menurut dia, Indonesia saat ini memiliki indikator yang cukup sehat. Hanya saja, dari sisi neraca pembayaran, Indonesia masih perlu memupuk aliran dana masuk.
"Penguatan mata uang AS ini memang konsekuensi kebijakan AS. Repons pelemahan tiap negara juga berbeda. Tapi, Indonesia sebagai negara open, memerlukan peranan dana asing baik di dalam pasar uang maupun penanaman modal," pungkas Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
(agi)