"Ini jelas jauh beda dengan krisis ekonomi 1998. Kalau dulu, kita terseret dengan negara yang regionalnya sama, sekarang ini jauh dan kondisi fundamental kita juga jauh berbeda," ujar Lana kepada CNNIndonesia.com, Selasa (14/8).
Krisis keuangan yang kini membelit Turki pun menurut dia, mungkin berdampak pada negara-negara sekitarnya yang memiliki hubungan dagang dan investasi yang erat. Namun, untuk Indonesia, hubungan dagang dan investasi keduanya terbilang minim.
Berdasarkan data BPS, total perdagangan Indonesia dan Turki pada tahun 2017 hanya mencapai US$1,7 miliar atau sekitar Rp23,8 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar AS).
"Mungkin yang akan terpapar itu negara yang punya hubungan dagang dan utang yang besar, seperti beberapa negara di Eropa. Kalau kita, hubungan dagang dengan mereka sangat kecil, utang tidak ada," terang dia.
Meski demikian, sentimen yang dibawah Turki pada mata uang negara berkembang tetap perlu diwaspadai. Namun, ia yakin perekonomian Indonesia dan negara Asia lainnya bakal mampu menghadapi tekanan dari investor.
"Krisis 2008 saja yang lebih besar, kita bisa lewati dengan baik. Waktu itu rupiah bahkan sempat nyaris Rp15 ribu per dolar AS, tapi memang pertumbuhan ekonomi yang dikorbankan. Tidak apa-apa yang penting nilai tukar stabil," terang dia.
Sementara, ekonom PT Bank Permata Tbk Joshua Pardede menilai efek domino dari krisis Turki tetap perlu diwaspadai terutama pada pergerakan nilai tukar rupiah.
"Memang mesti diantisipasi efek dominonya. Lira anjlok efeknya langsung ke Eropa karena hubungan dagang dan investasinya besar. Euro lalu melemah, akibatnya dolar menguat dan rupiah kena imbas," terang dia.
Pada perdagangan kemarin, Rupiah anjlok hingga 130 poin ke level Rp14.608 per dolar AS. Pagi ini, rupiah kembali bergerak melemah, bahkan sempat menyentuh level Rp14.630 per dolar AS.
Joshua pun menilai krisis turki dapat merambat ke negara lainnya, terutama pada negara di regional yang sama. Untungnya, kendati sama-sama negara emerging market, hubungan dagang dan investasi antara Indonesia dengan Turki terbilang tipis.
"Tapi saya lihat bank sentral Turki sudah mulai mengeluarkan beberapa langkah. Kita harapkan (ekonomi Turki) akan membaik," terang dia.
Joshua juga menampik potensi krisis Turki yang bakal berakhir seperti krisis di Asia pada 1998 yang turut menyeret Indonesia. Pasalnya, kondisi fundamental ekonomi dan cadangan devisa Indonesia dan negara-negara di Asia lainnya saat ini jauh lebih baik dibanding 1998.
"Indikasinya memang mirip (kejatuhan nilai tukar mata uang). Tapi saya harap dampaknya tidak akan sampai separah itu," jelas dia.