Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (
BUMN) Rini Soemarno meyakini mayoritas proyek milik PT
Perusahaan Listrik Negara (Persero) umumnya tak membebani Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).
Meski perusahaan banyak mengimpor barang modal untuk kebutuhan proyek, Rini menegaskan mayoritas proyek PLN dibiayai oleh pinjaman luar negeri.
"Proyek PLN ini semua pembiayaan dari luar negeri dan jangka panjang sehingga tidak memberikan dampak ke neraca pembayaran," tutur Rini, Kamis (16/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, pemerintah meminta PLN dan Pertamina untuk menyetop impor barang modal sampai enam bulan ke depan demi menekan jumlah impor Indonesia, sehingga defisit NPI bisa membaik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia pada Juli tercatat defisit sebesar US$2,03 miliar, naik dari defisit neraca perdagangan Juni 2018 yang hanya Rp1,74 miliar.
Jumlah ekspor pada Juli 2018 sebenarnya naik 25,19 persen menjadi US$16,24 miliar dari posisi bulan sebelumnya yang hanya US$18,27 miliar. Sayangnya, kenaikan impor jauh lebih tinggi hingga lebih dari 50 persen.
Adapun, defisit NPI pada kuartal II 2018 semakin melebar sebesar US$4,3 miliar dari kuartal I 2018 sebesar US$3,8 miliar.
Lebih lanjut, Rini memastikan untuk seluruh proyek PLN dan Pertamina yang sudah sampai tahap kewajiban pembiayaan (financial closing) akan dikerjakan sesuai jadwal.
"Proyek yang sudah order turbin atau boiler itu kan makan waktu dua tahun sampai selesai," terang Rini.
Hanya saja, kata Rini, bagi proyek PLN ataupun Pertamina yang belum sampai pada financial closing, maka akan dikaji ulang.
Jika komponen proyek bisa dibeli dari dalam negeri, maka pemerintah akan memesan barang modal itu dari produsen Indonesia.
"Saya dengan Menteri Perindustrian bersama-sama mendetilkan yang bisa dibuat di Indonesia, karena memang buat alat-alat ini butuh waktu 12-24 bulan," jelas Rini.
(lav)