Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian
BUMN menugaskan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) mengelola kebutuhan valuta asing perusahaan pelat merah, khususnya untuk PT
Pertamina (Persero) dan PT
PLN (persero). Bank yang dapat penugasan tersebut antara lain; Mandiri, BNI dan BRI.
Secara umum, kebijakan tersebut diambil sebagai bentuk respons pemerintah atas pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang semakin parah. Bila kebutuhan BUMN terhadap valas terus meningkat, maka akan menjadi sentimen negatif bagi pergerakan rupiah itu sendiri.
Maklum, kebutuhan valuta asing di beberapa BUMN saat ini tinggi. Untuk Pertamina saja misalnya, per hari kebutuhan valuta asing mencapai US$140 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Jasa Konsultasi Kementerian BUMN Gatot Trihargo menjelaskan direktur keuangan bank yang masuk dalam daftar Himbara akan berkoordinasi untuk mengidentifikasi seberapa penting kebutuhan valas dari BUMN.
"Koordinasinya untuk melihat berapa kebutuhan dolar Amerika Serikat (AS), penting tidak, perlu sekali atau bagaimana. Itu semua akan akan dievaluasi dalam koordinasi," papar Gatot, Kamis (6/9).
Selain itu, agar ketahanan devisa dalam negeri kuat, Himbara juga akan diperintahkan untuk melihat kemampuan BUMN untuk bisa menghimpun pinjaman dari perbankan di luar negeri atau offshore loan. Perintah diberikan agar ke depan cadangan devisa (cadev) tidak terbuang percuma.
"Karena kalau di luar kan tidak mengganggu cadangan devisa, nanti baru dilihat BUMN mana yang butuh. Jadi tidak mengganggu," jelas Gatot.
Rupiah belakangan ini mengalami tekanan hebat. Pada Selasa (4/9), melemah dan sempat menyentuh angka Rp15 ribu per dolar AS.
Namun, sejak kemarin rupiah membaik di area Rp14.800 per dolar AS. Pada pagi ini, rupiah bergerak di level Rp14.894 per dolar AS.
Sementara itu di sisi lain, cadangan devisa semakin berkurang. Sepanjang tahun lalu, cadangan devisa sempat tembus US$130 miliar.
Tapi, per Juli 2018 kemarin cadangan tersebut merosot tinggal US$118,3 miliar karena digunakan untuk mengintervensi pelemahan rupiah.
(agt/bir)