Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (
LPEI) atau
Eximbank membukukan pembiayaan
ekspor sebesar Rp108,7 triliun hingga Agustus 2018. Realisasi itu tercatat tumbuh 7,49 persen dibanding posisi akhir tahun lalu.
Sekitar 86,5 persen dari total pembiayaan mengalir ke korporasi, sedangkan sisanya mengalir ke sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Direktur Eksekutif LPEI Sinthya Roesly mengungkapkan pembiayaan ekspor ke sektor korporasi mengalir ke 1.288 nasabah, dan sektor UMKM sebanyak 641 nasabah. "Kami targetkan hingga akhir tahun, pembiayaan bisa mencapai Rp112 triliun," jelasnya, di Kementerian Keuangan, Senin (24/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebanyak 90 persen pembiayaan merupakan pembiayaan konvensional dan sisanya berprinsip syariah.
Selain pembiayaan, LPEI juga menggarap bisnis penjaminan ekspor. Nilai yang dijamin mencapai Rp11,3 triliun. Bisnis lainnya, yakni asuransi berhasil menghimpun premi sebesar Rp12,4 triliun.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2009, penjaminan yang dilakukan LPEI adalah fasilitas jaminan untuk menanggung pembayaran kewajiban keuangan pihak terjamin dalam hal pihak terjamin tidak dapat memenuhi kewajiban perikatan kepada krediturnya.
Sementara itu, asuransi adalah fasilitas berupa ganti rugi atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak pasti.
"Pada periode yang sama, aset yang kami miliki sudah mencapai Rp119,9 triliun," papar Sinthya.
Ke depan, LPEI akan mengkaji lagi berbagai potensi ekspor yang sekiranya bisa dibiayai oleh perusahaan. Tidak hanya itu, perusahaan juga akan meningkatkan pembiayaan ekspor bagi pasar non tradisional. Ambil contoh, tahun ini perusahaan telah menyalurkan pembiayaan bagi negara-negara Afrika.
"Dan tentu kami juga akan mengidentifikasi potensi pembiayaan ekspor ini ke kementerian terkait," terang dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta LPEI untuk memperbanyak nasabah pembiayaan ekspor, sejalan dengan tujuan pemerintah untuk meningkatkan ekspor. Upaya ini diharapkan bisa memperbaiki defisit transaksi berjalan.
Menurut dia, salah satu penyebab defisit transaksi berjalan adalah pertumbuhan impor yang lebih besar dari kinerja ekspor Indonesia. Rata-rata pertumbuhan ekspor Indonesia selepas krisis ekonomi 2008 adalah 4 persen hingga 5 persen. Sementara, pertumbuhan impornya mencapai 20 persen.
BI memproyeksi defisit transaksi berjalan hingga akhir tahun ini di angka US$25 miliar.
"Dengan nilai ekspor US$180 miliar, jumlah nasabah LPEI sebanyak 1.200 ini masih kecil. Let's think about it, berapa eksportir bisa muncul, kenapa pengusaha tidak bisa jadi eksportir," katanya.
(glh/bir)