Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi IX DPR mendesak pemerintah agar menaikkan besaran
iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
BPJS Kesehatan sebesar 30 persen untuk seluruh kelas layanan. Kenaikan itu juga didesak untuk dilakukan tahun ini juga, mengingat
defisit yang terus dialami eks PT Askes (Persero).
Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay mengatakan kenaikan iuran diperlukan agar defisit keuangan BPJS Kesehatan yang diperkirakan mencapai Rp10,99 triliun pada tahun ini bisa ditutup.
Pasalnya, suntikan modal sebesar Rp4,99 triliun dan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) Rp1,48 triliun, serta potensi penggunaan dana pajak rokok sebesar Rp1,1 triliun, tidak cukup untuk menutup defisit BPJS Kesehatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bila ditotal seluruhnya baru bisa menutup Rp7,57 triliun atau 68 persen dari potensi defisit. Makanya, kenaikan iuran sangat perlu tahun ini," ujarnya kepada
CNNIndonesia.com, Senin (24/9).
Berdasarkan masukan dari para pakar kesehatan, sambung Saleh, setidaknya perlu kenaikan iuran sebesar 30 persen untuk masing-masing kelas. Saat ini, iuran kelas I Rp80 ribu per orang per bulan, kelas II Rp51 ribu, dan kelas III Rp25.500.
"Kemarin itu, perhitungannya butuh kenaikan sekitar 30 persen, yang semestinya Rp25.500 itu usulannya jadi Rp32 ribu per orang per bulan. Khusus yang kelas III ini harus dinaikkan, karena paling banyak membebani," imbuh dia.
Sekadar informasi, mayoritas peserta kelas III merupakan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau masyarakat miskin. Peserta di kelas ini diongkosi oleh negara melalui APBN.
Lihatlah, lebih dari separuh total peserta BPJS Kesehatan yang sebanyak 204,4 juta jiwa, atau sekitar 118 juta jiwa merupakan peserta PBI. Ini artinya, jika kenaikan dilakukan, pemerintah juga yang akan merogoh kocek untuk membayar iuran 118 juta jiwa peserta PBI.
Tahun Politik Selain mendesak kenaikan iuran peserta, DPR juga mengusulkan kenaikan lagi pada 2019. "Kalau memang masih perlu. Jangan mentang-mentang tahun politik itu kenaikannya ditahan-tahan dan tidak dipikirkan, justru ini membebani pemerintah," terang Saleh.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi NasDem Irma Suryani Chaniago menyampaikan hal serupa. Menurut dia, kenaikan iuran diperlukan bukan cuma karena defisit, melainkan alasan belum ada penyesuaian iuran sejak dua tahun terakhir.
"Kalau menurut saya, itu setidaknya kelas III perlu naik jadi Rp30-35 ribu per orang per bulan," ucapnya.
Di sisi lain, pemerintah juga harus meningkatkan kualitas pelayanan di Puskesmas. Sebab, menurutnya, minimnya pelayanan di Puskesmas sedikit banyak membuat masyarakat tidak ingin berobat ke sana, namun langsung ke Rumah Sakit (RS) yang ditanggung BPJS Kesehatan.
"Kalau bisa ke Puskesmas, itu bebannya bisa dibagi, karena itu juga ditanggung pemerintah daerah (pemda). Pemda juga jangan terlalu lama mengutang untuk bayar layanan itu, RS swasta juga harus didahulukan karena biaya operasionalnya tidak ditanggung pemerintah," ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Ilham Oetama Marsis juga meminta Presiden Joko Widodo untuk menyesuaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Misal, premi aktual seharusnya Rp36 ribu per orang, tapi yang mendapatkan beban pembayaran pemerintah Rp23.600. Itu membuat pembayaran operasional aktual dari pemerintah ada kerugian," tuturnya.
Selain menyesuaikan iuran, IDI juga meminta Jokowi untuk membenahi transparansi pelaksanaan program tersebut. IDI menilai dari sisi transparansi pelaksanaan program tersebut perlu dibenahi.
(uli/bir)