Gianyar, CNN Indonesia -- PT
Asuransi Astra Buana mencatat pertumbuhan
premi sebesar tujuh persen hingga kuartal ketiga tahun ini. Mengutip laporan keuangan perusahaan, premi bruto perusahaan mencapai Rp2,87 triliun, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp2,66 triliun.
Direktur Utama Asuransi Astra Rudy Chen mengatakan portofolio bisnis terbesar masih berasal dari segmen asuransi ritel sebanyak 50 persen, seperti otomotif. Sementara sisanya berasal dari asuransi komersial 35 persen, dan kesehatan 15 persen.
"Kuartal ketiga, pertumbuhan premi bruto kami sebesar tujuh persen. Perkiraan sampai akhir tahun, pertumbuhan premi bruto tidak akan jauh dari tujuh persen," ujarnya dalam Media Gathering Asuransi Astra di Ubud, Gianyar, Jumat (9/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekadar gambaran, akhir tahun lalu, pendapatan premi bruto perusahaan berkisar Rp4,4 triliun atau tumbuh hanya sekitar empat persen dibandingkan 2016 lalu. Itu artinya, bisnis tahun ini masih lebih baik ketimbang tahun lalu.
Menurut Rudy, pertumbuhan penjualan otomotif, baik roda empat maupun roda dua, yang terbatas masih menjadi tantangan bagi bisnis perusahaan. Beruntung, harga komoditas batu bara yang membaik mendorong lini bisinis komersial perusahaan.
"Di luar otomotif, segmen asuransi komersial seperti marine hull, cargo, cukup bagus. Karena pemulihan harga komoditas. Tetapi, otomotif masih terbatas kan, jadi premi tumbuh 7 persen itu masih bagus," terang dia.
Sebagai upaya, manajemen juga menerapkan diversifikasi portofolio untuk segmen ritel. Misalnya, menggiatkan asuransi perjalanan, asuransi kecelakaan diri, asuransi rumah, dan asuransi pendidikan.
Empat produk segmen ritel tersebut bahkan bisa dibeli oleh masyarakat secara online melalui kanal digital perusahaan. Tawaran kemudahan penjualan produk, sekaligus pembayaran secara
online diharapkan menarik minat masyarakat.
"Saya kira, sekarang era-nya masyarakat mulai belanja secara online. Karena mudah. Kami menawarkan itu. Ke depan, kontribusi kanal digital ini akan besar, karena peluangnya masih sangat besar," tutur Rudy.
Tantangannya, sambung dia, literasi dan inklusi asuransi umum masih sangat rendah. Berdasarkan survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2017 lalu, premi industri asuransi umum terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) cuma 0,5 persen.
Padahal, negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia sudah mencapai 1,62 persen - 1,69 persen.
(bir/agi)