Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim kondisi industri keuangan yang stabil bisa menjadi bekal menahan gejolak di
tahun politik mendatang, sekaligus menghadapi ketidakpastian ekonomi global.
Bendahara Negara itu mengungkapkan tingkat kesehatan industri keuangan dipastikan kuat menghadapi siklus politik menjelang pesta demokrasi berupa pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Selain itu, industri keuangan diyakini 'tahan banting' terhadap kondisi geopolitik yang semakin tak pasti, salah satunya karena perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China.
Sri Mulyani menyebut permodalan perbankan dan nonperbankan masih cukup kuat dan stabil. Hal itu terlihat pada rasio kecukupan modal (
capital adequacy ratio/CAR) di perbankan dan kemampuan membayar utang (
risk based capital/RBC) yang tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini makanya industri keuangan secara umum stabil dan kuat," tutur Sri Mulyani, Kamis (15/11).
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan CAR per september 2018 di kisaran 23,03 persen. Angka itu masih lebih tinggi dibanding posisi Agustus 2018 yang sebesar 22,8 persen.
Sementara itu, RBC perusahaan asuransi umum tercatat sebesar 315 persen. Persentase rasio kemampuan mengatasi risiko itu lebih rendah dibanding perusahaan asuransi jiwa sebesar 430 persen.
"Kemudian NPL (
non performing loan/rasio kredit bermasalah) membaik di level 2,66 persen dan NPF (
non performing finance/rasio kredit bermasalah bank syariah dan pembiayaan) di level 3,17 persen," ucap Sri Mulyani.
Secara khusus, Sri Mulyani juga mengapresiasi industri perbankan yang bisa bertahan di tengah dinamika perekonomian saat ini, khususnya gejolak harga komoditas seperti minyak dunia, batu bara, dan minyak sawit mentah (
Crude Palm Oil/CPO).
"Itu komoditas yang bisa mempengaruhi ekonomi Indonesia. NPL bisa saja naik, tapi perbankan cukup kuat hadapi gejolak itu," jelas Sri Mulyani.
(aud/lav)