Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (
BPKP) mengklaim
defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan tahun ini berhasil ditutup oleh pemerintah, meski laporan pasti masih perlu menunggu audit pada akhir 2018.
Kepala BPKP Ardan Adipermana menjelaskan pada awal 2018, defisit keuangan BPJS Kesehatan semula diproyeksi mencapai Rp16,5 triliun. Namun, hasil audit tahap pertama pada 30 Juni 2018 melaporkan defisit keuangan ternyata hanya Rp10,98 triliun.
Dari angka proyeksi defisit tersebut, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) langsung memberi suntikan dana kepada BPJS Kesehatan sebesar Rp4,99 triliun. Walhasil, defisit keuangan BPJS Kesehatan seharusnya hanya tersisa Rp5,99 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, hasil audit tahap kedua BPKP rupanya menyatakan bahwa angka proyeksi defisit keuangan BPJS Kesehatan masih ada sekitar Rp6,126 triliun. Hasil audit kedua itu pun kemudian dilaporkan kepada Kemenkeu.
Selanjutnya, Kemenkeu bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan BPJS Kesehatan melakukan peninjauan kembali atas angka defisit keuangan tersebut.
Rupanya berdasarkan hasil peninjauan itu, ia bilang, angka proyeksi defisit keuangan BPJS Kesehatan kembali menyusut karena ada rekonsiliasi atas metodologi perhitungan defisit yang digunakan.
"Setelah itu ada rekonsiliasi dari Menteri Keuangan dan ada bauran kebijakan, sehingga defisit keuangan hanya Rp5,26 triliun," ujar Ardan di Gedung DPR/MPR, Selasa (11/12).
Dari angka proyeksi defisit keuangan terbaru itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemudian mengambil kebijakan untuk menyuntikkan kembali dana sebesar Rp5,26 triliun kepada perusahaan peralihan PT Asuransi Kesehatan (Askes) itu pada bulan ini.
Suntikan itu terbagi atas dua tahap, yaitu Rp3 triliun pada 5 Desember 2018 kemarin dan sisanya, Rp2,26 triliun akan mengalir pada 14 Desember mendatang. Namun, ia mengatakan ketika pencairan dana Rp2,26 triliun dilakukan pemerintah, maka seharusnya defisit keuangan BPJS Kesehatan berhasil ditutupi.
"Sekarang sudah selesai (defisitnya), sudah
balance, tapi itu berdasarkan proyeksi kami. Nanti ada
review ketiga untuk realisasi menyeluruh, nanti akhir tahun sampai Januari," katanya.
Dengan begitu, setidaknya ada Rp10,25 triliun dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang mengalir ke BPJS Kesehatan untuk menambal defisit keuangan perusahaan.
Meski begitu, ia bilang, untuk memastikan masih ada atau tidaknya defisit keuangan BPJS Kesehatan pada tahun ini, maka BPKP akan kembali melakukan audit realisasi pada akhir tahun ini. Hasilnya, akan dilaporkan kepada Sri Mulyani pada pertengahan Januari 2019.
Di sisi lain, BPKP juga masih akan melakukan audit terkait sistem layanan dan klaim dari 2.400 rumah sakit (RS) kepada BPJS Kesehatan. Hal ini dilakukan atas permintaan langsung dari Sri Mulyani.
"Itu bagian dari pengecekan untuk realisasi, termasuk cek 2.400 rumah sakit. Jadi rumah sakit beri pelayanan, lalu buat
invoice, dari situ berapa yang diverifikasi BPJS dan berapa yang
eligible dibayarkan, berapa yang tidak, itu satu rangkaian keseluruhan. Ini bagian dari audit sistem yang diminta Menteri Keuangan kepada kami," terangnya.
Sementara itu, Sri Mulyani mengatakan kementeriannya ingin BPKP turut melakukan audit terhadap sistem pelayanan dan klaim karena ia menilai aturan klaim biaya perawatan dari RS yang semula berdurasi hingga dua tahun ke depan setelah pelayanan diberikan bisa membuat beban keuangan BPJS Kesehatan meningkat. Meski, aturan klaim itu telah diubah maksimal enam bulan setelah pelayanan diberikan oleh pihak RS.
"Sebagai orang awam, bagi saya ini tidak masuk akal, masa bisa sampai dua tahun kemudian ditagihkan. Bisa saja ada RS yang sebenarnya melakukan 50 operasi katarak dua tahun lalu, tapi tiba-tiba bilangnya 200 operasi saat klaim. Ini bagaimana kalau ternyata begini?" pungkasnya.
(uli/lav)