Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator bidang Perekonomian
Darmin Nasution berharap kebijakan pencampuran 20 persen biodiesel terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) atau
B20 bisa menekan impor BBM jenis
Solar sebanyak 6 juta kiloliter (kl) pada tahun ini. Angka itu setara dengan total volume Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang dibutuhkan untuk mencampur BBM.
Dengan menggunakan perhitungan sederhana, maka 6 juta kl adalah seperlima dari jumlah impor Solar tahun ini. Artinya, impor Solar tahun ini bisa ditekan dari 30 juta kl menjadi 24 juta kl saja sepanjang tahun ini.
"Kebutuhan FAME tahun ini adalah 6 juta kl, jadi ya impornya akan berkurang seperti itu," jelasnya ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (17/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga optimistis penyaluran B20 di tahun ini juga bisa mencapai 100 persen karena PT Pertamina (Persero) akan membangun dua fasilitas penyimpanan FAME terapung (floating storage) di Balikpapan dan Tuban.
Menurut Darmin, pembangunan floating storage di Balikpapan sudah mendekati tahap finalisasi. Meski demikian, pembangunan di Tuban masih terkendala masalah teknis.
Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini menuturkan lokasi floating storage Tuban masih belum bersih secara lingkungan karena terdapat banyak ranjau darat. Selain itu, pembangunan juga terhambat karena kendala cuaca dan ombak besar.
"Jadi, kami akan undang Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kementerian Perhubungan, dan pemerintah daerah untuk membereskan hal itu. Tapi setelah ini kelar, harusnya realisasi penyaluran B20 bisa mencapai 100 persen," imbuh dia.
Dengan demikian, ia juga berharap kebijakan B20 juga lebih efektif dalam menekan defisit neraca migas ketimbang tahun lalu. Hanya saja, ia tak memprediksi nilai devisa yang bisa dihemat tahun ini.
Tahun lalu, ia mengakui bahwa kebijakan B20 belum signifikan dalam menekan defisit neraca migas. Realisasi penyerapan yang rendah disinyalir menjadi alasan dibalik hal tersebut. Darmin mencatat rata-rata realisasi penyaluran B20 hanya sekitar 86 persen selama empat bulan terakhir 2018.
Tak heran Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan migas sebesar US$12,4 miliar atau membengkak dibanding tahun lalu, yakni defisit US$8,57 miliar.
"Memang B20 ada pengaruh di tahun lalu terhadap neraca migas, tapi belum besar penurunannya," tutur Darmin.
Kebijakan mandatori B20 ini tertuang di dalam Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018 soal Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Melalui aturan ini, Presiden Joko Widodo merestui perluasan cakupan penggunaan biodiesel dari tadinya terbatas pada kegiatan penugasan pemerintah (PSO) menjadi PSO dan non-PSO. Artinya, pencampuran biodiesel terhadap Solar yang digunakan untuk kegiatan non-subsidi juga berhak mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Langkah ini diambil pemerintah sebagai substitusi impor migas yang selama ini menekan defisit neraca perdagangan Indonesia.
(glh/bir)