Jakarta, CNN Indonesia --
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia tak mempersoalkan penggunaan mata uang virtual yang akan diterbitkan Facebook Inc, Libra. Asalkan, dunia usaha mendapatkan imbas positif dan penggunaannya sesuai ketentuan.
Ketua Kadin Rosan Roeslani mengungkapkan dunia usaha pada dasarnya terbuka terhadap perubahan yang mendorong efisiensi. Namun, perubahan itu tentu harus mengikuti aturan.
"Tentunya kan semua ada aturan dan menjaga dari segi keamanan serta konsumen yang menggunakan mata uang itu sendiri," ucap Rosan, Senin (29/7).
Karenanya, Rosan menilai Bank Indonesia (BI) dan pemerintah perlu mengkaji lebih jauh mengenai penggunaan Libra. Sejauh ini, Kadin sendiri belum membuat kajian khusus mengenai Libra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Rosan,
perkembangan teknologi tak lagi bisa diredam. Untuk itu, BI harus mau membuka diri agar Indonesia tak ketinggalan dengan sistem yang digunakan di luar negeri.
"Tapi memang untuk membuat satu regulasi saja berat, jadi harus lihat lagi keuntungan dan asas manfaatnya," ujar dia.
Sebelumnya, mengutip AFP, Menteri Keuangan Prancis dan Jerman menyatakan keberatan dengan hadirnya Libra. Pasalnya, kedua negara itu berpendapat mata uang virtual itu dapat mengganggu stabilitas keuangan global."Para menteri keuangan G7 dan gubernur bank sentral yang ada di sini memiliki keprihatinan serius," kata Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz.
Sementara, Gubernur Bank Sentral AS (The Fed) Jerome Powell menegaskan rencana Facebook untuk membuat mata uang digital yang bakal bernama Libra tak dapat berlanjut hingga permasalahan yang menjadi kekhawatiran terkait mata uang kripto (cryptocurrency) dapat ditangani. "Libra menimbulkan banyak hal yang harus diperhatikan, mulai dari privasi, tindak pencucian uang, perlindungan konsumen, dan stabilitas keuangan. Saya kira Libra tidak dapat dilanjutkan tanpa mengatasi masalah tersebut," ujar Powell. (aud/sfr)