Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Tugas (
Satgas) Waspada Investasi kembali menciduk 133 perusahaan teknologi berbasis keuangan (
financial technology/
fintech) pinjam meminjam (
peer-to-peer lending/P2P
lending) yang tak mengantongi izin Otoritas Jasa Keuangan (
OJK) atau ilegal. Artinya, hingga awal Oktober, total entitas fintech P2P
lending yang telah ditangani sejak awal tahun mencapai 1.073 entitas.
"Kami tidak akan menunggu korban masyarakat semakin banyak akibat
fintech peer to peer lending ilegal ini, jadi kami terus berburu dan langsung menindak temuan
fintech lending yang ilegal dengan meminta Kominfo untuk memblokirnya," kata ujar Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing dalam keterangan resmi, dikutip Senin (7/10).
Ia melanjutkan, sejak 2018 hingga awal Oktober, total entitas
fintech P2P lending ilegal yang telah ditindak mencapai 1.477 entitas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, pihaknya tengah bekerja sama bekerja sama dengan Dinas Kominfo DKI Jaya untuk menayangkan iklan layanan masyarakat yang berisi peringatan untuk menghindari fintech P2P
lending ilegal. Hal ini sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat terkait penawaran pinjaman online oleh P2P yang tidak berizin.
"Kami meminta dukungan dan mengajak berbagai pihak untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai bahaya fintech
peer to peer lending ilegal mengingat keberadaannya sangat merugikan," tuturnya.
Selain itu, Satgas Waspada Investasi juga menemukan 22 kegiatan usaha gadai swasta ilegal. Sebanyak 13 di antaranya berada di Jawa Tengah dan 19 sisanya di Sumatera Utara. Jumlah tersebut akan terus meningkat seiring semakin banyaknya pengaduan masyarakat.
Tak hanya itu, Satgas Waspada Investasi juga menghentikan 27 entitas penawaran investasi ilegal. Rinciannya, 11 perusahaan perdagangan forex, 8 perusahaan investasi
cryptocurrency, 2 multi level marketing, 1 travel umrah, dan 5 perusahaan investasi lainnya.
Penawaran dari entitas tak berizin itu dianggap berbahaya karena memberikan iming-iming imbal hasil yang sangat tinggi dan tidak wajar. Hal itu akan merugikan bagi masyarakat yang tidak paham.
[Gambas:Video CNN] (hns/sfr)