Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden
Jusuf Kalla (JK) meminta Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati menyiapkan skema subsidi bagi Usaha Kecil dan Menengah (
UKM) agar bisa mengikuti kewajiban sertifikasi produk halal yang akan dimulai Kamis (17/10) besok. Subsidi diperlukan demi meringankan beban pengusaha kecil dalam memenuhi kewajiban tersebut.
Hal ini disampaikan langsung oleh JK ke Sri Mulyani ketika bertemu di acara penandatanganan Nota Kesepahaman antar kementerian dalam rangka pelaksanaan kebijakan wajib sertifikasi halal. Acara tersebut diselenggarakan di Kantor Wapres di Jakarta pada Rabu (16/10).
Dalam acara itu, JK mengatakan UKM perlu disubsidi karena mengurus sertifikasi halal membutuhkan biaya. Ia tak menyebut nominal pasti yang dibutuhkan untuk mengurus sertifikasi halal tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia hanya mengatakan biaya tersebut bisa membebani UKM. "Kalau ke pabrik obat yang harganya mahal, bayar Rp10 juta per sertifikat murah, karena dibagi ke 2 miliar botol. Tapi kalau ke penjual kue yang hanya produksi 10 ribu potong per tahun harus bayar Rp10 juta itu bagaimana?" katanya.
Untuk itu, sambung JK, pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang mampu mengurangi beban UKM dalam menunaikan kewajiban sertifikasi halal. Menurutnya, kebijakan itu bisa dilakukan dengan dua cara.
Pertama, memberikan tarif berdasarkan skala usaha. "Kalau perlu, (pengusaha) yang kecil itu betul-betul harus rendah ongkosnya. Apalagi UKM yang umumnya orang-orang daerah," ucapnya.
Kedua, pemerintah memberikan skema subsidi bagi pelaksanaan sertifikasi di kalangan UKM. Pemberian subsidi ini ibarat program subsidi kesehatan yang selama ini sudah dijalankan pemerintah melalui BPJS Kesehatan.
"Kalau BPJS disubsidi, maka UKM juga perlu lah, bisa sedikit-sedikit UKM ini dibantu lah, sehingga jangan terlalu mahal. Itu (tugas) menteri keuangan,
cross subsidi saja, antara yang besar dan yang kecil, sehingga semua memenuhi syarat," jelasnya.
[Gambas:Video CNN]Sebagai informasi, semua produk makanan dan minuman wajib melakukan sertifikasi dan mencantumkan label halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama mulai Kamis (17/10) besok. Sertifikat halal tak lagi diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) seperti sebelumnya.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan wajib sertifikasi halal berlaku untuk semua produk yang beredar dan masuk ke Indonesia. Kewajiban bersertifikat dilakukan secara bertahap, dimulai dari produk makanan dan minuman, lalu dilanjutkan ke produk non makanan dan minuman.
"Kami tetapkan bahwa penahapan akan dimulai tanggal 17 Oktober 2019 samai 17 Oktober 2024. Sementara kewajiban bagi produk selain makanan dan minuman akan dimulai pada 17 Oktober 2021 sesuai dengan karakteristik produk," jelasnya pada kesempatan yang sama.
Bersamaan dengan jadwal tahapan kewajiban sertifikasi halal, BPJPH melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada para pelaku usaha agar segera melakukan sertifikasi halal. Sejumlah kementerian/lembaga pemerintahan juga diminta untuk ikut memberi sosialisasi tersebut.
"Selama masa penahapan bagi produk yang belum memiliki sertifikasi halal itu masih boleh beredar, penindakan baru akan dilakukan ketika sudah lima tahun. Lalu, penahapan tidak berlaku bagi produk yang kewajibannya sudah dilakukan," katanya.
Jaminan produk halal bertujuan untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk. Selain itu, meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal.
(uli/agt)