Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (
Jokowi) memastikan
harga gas industri tidak akan naik. Namun, ia meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menghitung ulang komponen harga
gas bagi industri.
Sebab, Jokowi melihat harga gas industri relatif mahal dibandingkan negara-negara lain. Padahal, berdasarkan pantauannya harga gas di onshore masih normal. Harga menjadi lebih mahal ketika dijual untuk industri.
"Saya sudah menyampaikan kepada Menteri ESDM, betul-betul harga gas itu dilihat lagi beban-beban mana yang menyebabkan harga terlalu mahal. Bisa saja harga sewa pipa sambungan. Karena data yang saya miliki, harga gas di onshore ini normal, tapi begitu ditarik di industri, kok mahal. Jadi, saya suruh cek," ujarnya, Jumat (1/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ironis, mengingat Indonesia penghasil gas cukup besar. Sebut saja, ladang gas di Dumai, Sakakemang, dan Natuna. Namun, produksi-produksi gas di Indonesia ini malah mengalir ke luar negeri. Sebut saja, Singapura.
"Saya sudah perintahkan kepada Menteri ESDM agar mulai dilihat, agar bisa digunakan untuk kepentingan industri di dalam negeri. Jangan sampai itu (gas) dibawa ke luar, sehingga harga di dalam malah lebih mahal," tegas Jokowi.
Sebelumnya, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN akan mengerek harga gas industri mulai hari ini, Jumat (1/11). Namun, hal itu dibantah Menteri ESDM Arifin Tasrif. "Selama mungkin (harga ditahan). Sampai akhir tahun, pasti (harga gas tidak naik)," katanya.
Arifin mengungkapkan keputusan tersebut diambil pihaknya untuk menjaga daya saing industri. Ia mengingatkan industri banyak berperan dalam menyerap tenaga kerja.
"Kondisi ekonomi saat ini berat. Kalau ini (harga gas) naik juga bisa menyebabkan dampak yang tidak baik untuk industri," jelasnya.
Sebagai gambaran, jika harga gas industri naik, maka biaya produksi akan ikut terkerek. Imbasnya, harga produk yang dijual berisiko semakin mahal.
Rencana kenaikan harga gas industri dilatarbelakangi oleh meningkatnya ongkos biaya pengadaan gas dan biaya operasional, serta perubahan kurs rupiah terhadap dolar AS.
"Dengan beban biaya yang terus meningkat tentu ruang bagi PGN untuk mengembangkan infrastruktur gas bumi menjadi semakin terbatas. Sementara, banyak sentra-sentra industri baru, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur yang belum terjamah gas bumi," ujar Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama beberapa waktu lalu.
Saat ini, perusahaan menjual gas ke konsumen dengan harga berkisar US$8 hingga US$10 per MMBTU. Rachmat mengklaim perusahaan tidak pernah menaikkan harga gas sejak 2013.
[Gambas:Video CNN] (fra/bir)