Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (
OJK) mencatat pertumbuhan
kredit sepanjang tahun lalu lebih lambat dibandingkan 2018, yakni hanya 6,08 persen. Pada 2018 lalu, kredit
perbankan masih tercatat tumbuh double digit mencapai 11,7 persen.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan perlambatan kredit perbankan terjadi lantaran banyak korporasi yang mengajukan pinjaman dari luar negeri. Dengan demikian, penyaluran kredit dari bank dalam negeri lebih sepi tahun lalu.
"Ada hal fundamental karena korporasi lebih banyak menggunakan sumber pembiayaan offshore (dari luar negeri)," ucap Wimboh, Kamis (16/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut ia memaparkan pembiayaan yang berasal dari luar negeri meningkat 133,6 persen pada tahun lalu menjadi Rp130,4 triliun. Pembiayaan dari luar negeri diklaim lebih murah, sehingga banyak korporasi yang memilih skema tersebut.
Sementara itu, ia merinci pertumbuhan kredit pada 2019 mayoritas disumbang oleh bank kelompok BUKU II sebesar 8,4 persen. Diikuti, penyaluran kredit bank BUKU IV yang naik 7,8 persen, BUKU I sebesar 6,4 persen, dan BUKU III sebesar 2,4 persen.
"Dari sektornya ditopang sektor konstruksi tumbuh 14,6 persen, rumah tangga 14,6 persen, dan investasi 13,2 persen yang menunjukkan potensi pertumbuhan sektor riil ke depan," papar Wimboh.
Dari sisi rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL), industri perbankan mencatat kredit macet sepanjang 2019 naik menjadi 2,53 persen dari sebelumnya hanya 2,37 persen.
Sedangkan, dari sisi permodalan, diklaim modal perbankan masih cukup kuat. Hal itu tercermin dari capital adequacy ratio (CAR) yang sebesar 23,3 persen dan rasio kredit terhadap rasio kredit terhadap DPK (loan to deposit ratio/LDR) sebesar 93,6 persen.
Kemudian, OJK mencatat suku bunga kredit perbankan turun dari 10,8 persen menjadi 10,5 persen pada 2019. Begitu juga dengan margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) yang turun menjadi 4,9 persen dari 5,1 persen.
[Gambas:Video CNN] (aud/bir)