Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (
BPS) menyatakan peralihan tambang terbuka (
open pit) ke bawah tanah (
underground) milik PT
Freeport Indonesia berpengaruh negatif pada ekonomi
Papua sejak kuartal IV 2018. Pasalnya, peralihan sistem tambang tersebut membuat produksi Freeport merosot.
Kepala BPS Suhariyanto menyebut laju ekonomi Papua sepanjang 2019 minus 15,72 persen. Berdasarkan datanya, ekonomi wilayah tersebut selalu minus pada setiap kuartal tahun lalu.
Rinciannya, ekonomi Papua kuartal I 2019 minus 18,66 persen. Kemudian, kuartal II 2019 minus 23,91 persen, kuartal III 2019 minus 15,05 persen, dan kuartal IV 2019 minus 3,73 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, ekonomi Papua sepanjang 2018 terlihat masih tumbuh sebesar 7,37 persen. Hanya saja, khusus pada kuartal IV 2018 tercatat minus 17,95 persen.
"Pertumbuhan ekonomi Papua kuartal I sampai kuartal IV 2019 selalu kontraksi. Penyebab utamanya adalah Freeport yang produksinya menurun karena ada peralihan sistem tambang di sana," ungkap Suhariyanto.
Ia memaparkan industri pertambangan dan penggalian di Papua sendiri tercatat minus pada kuartal IV 2018 hingga 43,68 persen. Beruntung, sepanjang 2018 industri tersebut masih tumbuh 10,52 persen.
Realisasi itu berbanding terbalik pada 2019, di mana industri pertambangan dan penggalian di Papua minus hingga 43,21 persen. Bila dirinci, kuartal I 2019 industri tersebut tercatat minus 48,47 persen, kuartal II 2019 minus 57,48 persen, kuartal III 2019 minus 38,31 persen, dan kuartal IV 2019 minus 19,04 persen.
Secara keseluruhan, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2019 hanya 5,02 persen. Realisasi tersebut melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5,17 persen. Capaian tersebut juga lebih rendah dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 yang sebesar 5,3 persen.
Suhariyanto menyatakan Maluku dan Papua hanya berkontribusi sebesar 2,24 persen terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Mayoritas ekonomi domestik masih ditopang Pulau Jawa yang mencapai 59 persen.
Sebelumnya, Freeport McMoran melaporkan melaporkan penurunan produksi tembaga kuartal IV 2019 dan memperkirakan pengeluaran lebih tinggi pada tahun ini karena transisi tambang tembaga raksasa Grasberg di Papua ke penambangan bawah tanah.
Perusahaan tambang asal AS tersebut telah menghabiskan miliaran dolar dalam peralihan tambang terbuka yang menipis menjadi tambang bawah tanah agar membantu mencapai biaya rendah. Freeport menilai produksi akan tahan lama dan menghasilkan arus kas yang signifikan di masa depan.
Produksi tembaga di Grasberg turun 14 persen pada kuartal IV 2019, sementara total produksi logam turun 1,7 persen menjadi 827 juta pon. Dengan produksi tersebut, Freeport pun telah membuat proyeksi penjualan. Perusahaan asal AS tersebut memperkirakan penjualan 725 juta pon tembaga dan 105.000 ounce emas pada kuartal pertama 2020.
[Gambas:Video CNN] (aud/sfr)