Jakarta, CNN Indonesia -- Kecewa, begitulah perasaan Wiwin (44) saat pembagian bantuan sosial (
bansos)
virus corona beberapa pekan lalu. Kekecewaan tak hanya terjadi karena ia tidak masuk ke daftar penerima bansos.
Tapi juga karena keberadaan beberapa orang mampu dan juga nama RT di daftar penerima bansos di daerahnya. Warga di salah satu RT di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat, itu juga bercerita kekecewaan disebabkan oleh harapan yang diberikan oleh pemerintah dan RT.
Ia bilang sebelum bansos diberikan, pemerintah melalui berita yang disaksikannya di TV menyatakan akan memberikan bantuan sosial berbentuk BLT Rp600 ribu selama 3 bulan demi membantu masyarakat menghadapi tekanan ekonomi akibat virus corona. Tak berselang lama kata Wiwin, orang kepercayaan RT datang kepadanya meminta KTP dan KK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ia bilang 'buat data bansos'," katanya kepada
CNNIndonesia.com pekan lalu.
Pada saat itulah harapan Wiwin untuk menerima bansos muncul. Maklum, pendapatan suami sebagai tukang ojek online yang menjadi satu-satunya sumber keuangan keluarga memang mengalami tekanan hebat sejak mewabahnya virus corona.
Jumlah anggaran yang digelontorkan untuk bantuan tersebut cukup besar. Untuk DKI Jakarta saja misalnya, Jokowi pernah menyebut total anggaran yang akan digelontorkannya untuk membantu masyarakat ibu kota menghadapi tekanan ekonomi akibat virus corona mencapai Rp2,2 triliun.
Anggaran dialokasikan untuk 2,6 juta jiwa atau 1,2 juta kepala keluarga dengan besaran Rp600 ribu per bulan selama 3 bulan. Ia berpikir jika menerima bantuan, paling tidak itu akan memberikan keringanan hidup baginya.
"Tapi sudah dua kali turun, sembako nggak dapat, BLT nggak dapat," katanya.
Nasib serupa juga dialami Yuli. Sempat diminta untuk memberikan fotokopi KTP dan Kartu Keluarga, namun sampai saat ini ia juga masih gigit jari.
Belum ada bansos apa pun yang ia terima dari pemerintah untuk membantunya menghadapi tekanan ekonomi akibat virus corona. Sementara itu, Harti (43), meskipun mendapatkan 5 kilogram beras, minyak 1 liter, mie instan 5 bungkus, sarden kecil 2, sabun mandi 2 dan 5 bungkus kopi, tapi bantuan belum sesuai yang dijanjikan.
Pasalnya, bantuan yang ia terima hanya berasal dari Pemda DKI. Ia bercerita sebelum bantuan turun, RT menginformasikan bahwa selain dari DKI bantuan juga akan turun dari presiden.
Bentuknya, berdasarkan informasi yang diterima uang tunai Rp600 ribu. Tapi ketika turun, ternyata namanya tak masuk ke dalam daftar penerima bantuan.
BertanyaBaik Wiwin maupun Harti sudah berupaya mencari kejelasan soal penyaluran bansos. Wiwin langsung mendatangi dinas sosial kecamatan.
Ia malas berhubungan dengan RT karena khawatir yang terjadi justru keributan. "Di sana ditanya didata tidak sama RT, ada yang dapat dobel sampai 2 atau tiga kali gak. Begitu saja," katanya.
"Terus kecamatan juga nanyain yang dapat bansos 3 kali. Kalau saya dapat info, saya disuruh foto terus diberikan ke mereka," katanya.
Sementara itu, Harti menanyakan ke RT. Melalui pesan singkat RT yang ditunjukkan ke
CNNIndonesia.com, RT menjelaskan tak tahu menahu kenapa nama Harti tak masuk dalam daftar penerima bantuan. Data penerima bantuan yang menentukan bukan RT tapi dari atas.
"Begitu informasinya," katanya.
[Gambas:Video CNN]Sementara itu Wahyudin salah satu ketua RT di daerah yang sama dengan Harti dan Wiwin menyatakan mekanisme penyaluran bansos pada masa penyebaran wabah virus corona sekarang ini memang rumit. RT tidak terlibat dalam menentukan siapa penerima bansos.
Daftar nama sudah ditentukan dari pemerintah. RT, katanya, hanya diberi tugas untuk menyalurkan bantuan.
Dan berkaitan dengan pembagian itulah masalah terjadi. Jumlah bantuan yang turun dari pemerintah di RT yang diketuainya dan di wilayah lain tak sesuai dengan warga yang harusnya menerima.
Selain itu, ada juga orang yang masuk daftar penerima bantuan ternyata dari status sosial ternyata orang kaya. "Semua RT bingung bagaimana cara baginya," katanya.
Agar tidak menimbulkan kecemburuan, akhirnya pihaknya menerapkan sistem silang dalam pembagian bantuan. Dengan sistem tersebut penerima bansos yang sudah dapat dari Pemda DKI Jakarta tidak diberi bantuan yang berasal dari pemerintah pusat.
"Dengan cara itu, semua juga belum kebagian," katanya.
Sementara itu, di tengah kebingungan Wahyudin dan teman RT lainnya, di level pemerintah kemelut penyaluran bansos terjadi antara 3 menteri Jokowi; Menkeu Sri Mulyani, Menteri Sosial Juliari Batubara dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendi dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Tiga menteri tersebut mengungkap sejumlah masalah penyaluran bansos oleh Pemda DKI Jakarta di bawah Anies. Juliari menyatakan penyaluran bansos oleh Pemprov DKI Jakarta tak sesuai dengan kesepakatan awal dengan pemerintah pusat.
Itu ia ketahui setelah memeriksa 15 titik penyaluran bansos di ibu kota. Dari pemeriksaan, ia menemukan data warga penerima bansos pemerintah pusat yang disalurkan oleh Kemensos sama dengan penerima bansos DKI.
Masalah tersebut menimbulkan kekacauan penyaluran bansos di lapangan.
"Pada saat Ratas (Rapat Terbatas) terdahulu, kesepakatan awalnya tidak demikian. Gubernur DKI meminta bantuan pemerintah pusat untuk meng-
cover bantuan yang tidak bisa di-
cover oleh DKI," kata Juliari dalam Rapat Kerja Komisi VIII yang disiarkan langsung akun Youtube DPR RI, Rabu (6/5).
Selain masalah tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Pemprov DKI Jakarta telah 'lempar handuk' atau menyerah dalam memberikan bantuan kepada masyarakat mereka. Karena itulah Pemda DKI Jakarta meminta pemerintah pusat menanggung semua bansos untuk diberikan kepada warga DKI Jakarta terdampak pandemi virus corona.
Alasannya, ucap orang yang akrab disapa Ani itu, keterbatasan dana. Mulanya, Pemprov DKI Jakarta memberikan bansos kepada 1,1 juta keluarga. Itu sudah diterapkan pada pemberian bansos gelombang pertama. Namun, untuk gelombang selanjutnya, Pemprov DKI ingin pemerintah pusat yang menanggungnya.
"Laporan dari Menko PMK, ternyata DKI yang tadinya cover 1,1 juta, mereka tidak punya anggaran dan minta pemerintah pusat yang cover 1,1 juta itu," terang Ani dalam rapat virtual bersama Komisi XI DPR, Rabu (6/5).
"Jadi tadinya 1,1 juta adalah DKI dan sisanya 3,6 juta itu pemerintah pusat. Sekarang semuanya diminta cover oleh pemerintah pusat," tambahnya.
Karena masalah itu, Muhadjir sempat menegur Anies. "Belum lagi sinkronisasi dan koordinasi, misalnya kami dengan DKI ini agak sekarang sedang tarik-menarik ini, cocok-cocokan data, bahkan kemarin saya dengan pak gubernur agak tegang, agak saya tegur keras pak gubernur," tambahnya.
Anies belum memberikan responsnya atas permasalahan yang disampaikan 3 menteri Jokowi tersebut. Melalui keterangan resmi yang disampaikan pekan lalu ia hanya mengatakan Pemda DKI sudah berupaya menyalurkan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat sejak 9 April. Dia menyebut bansos diberikan agar masyarakat miskin tidak kekurangan kebutuhan pangan di tengah pandemi virus corona.
Anies menjelaskan bahwa pembatasan sosial berskala besar Akan tetapi, dia mengatakan perekonomian di Jakarta sudah melesu sejak pertengahan Maret dan membuat kalangan tertentu kesulitan memenuhi kebutuhan pokok.
Terlebih, pemerintah pusat baru mendistribusikan bansos mulai 20 April. Oleh karena itu, klaim Anies, Pemprov DKI menyalurkan bansos lebih cepat, yakni sehari sebelum PSBB berlaku.
(bir)