Atas polemik ini, Trubus menyarankan agar Jokowi bisa ikut 'turun tangan' dengan memberikan aturan tegas soal pencairan dana transfer pemerintah pusat ke daerah di tengah pandemi corona. Sebab situasi mendesak, namun pemenuhan kebutuhan justru terganjal oleh polemik seperti ini.
"Solusinya, semua perlu duduk bersama, dialog, agar tidak menambah beban publik. Presiden juga bisa tengahi agar kalau ada bencana lagi ke depan, ini semua sudah jelas harusnya seperti apa dan turunkan ego sektoral," terangnya.
Sementara, Direktur Eksekutif Lembaga untuk Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran (LETRAA) Yenny Sucipto mengatakan polemik ini seharusnya tidak perlu diperpanjang terlepas dari apapun latar belakangnya. Toh, setidaknya Sri Mulyani sudah memenuhi permintaan Anies, meski baru 50 persen dari total utang DBH DKI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"DKI tidak perlu menjadikan hal ini isu besar, tinggal bersurat dan kemarin sudah dipenuhi dulu 50 persen. Sisanya menunggu audit BPK rasanya sudah tepat karena di sisi lain ada prosedur akuntabilitas yang perlu dijalankan," katanya.
Di sisi lain, ia meminta Anies untuk membuka realisasi APBD DKI ke publik agar polemik tidak berkepanjangan. Bila memang terbukti ruang fiskal DKI sempit, maka pemerintah pusat dan publik bisa menilai urgensi permintaan itu.
"Tapi saya rasa, ketergantungan ruang fiskal DKI ke pusat sebenarnya sedikit, mungkin hanya 10-20 persen. Silakan dibuka, begitu juga daerah lain agar transparan," pungkas Yenny.
(uli/bir)