BPJS Watch Respons Subsidi Peserta BPJS Kelas III: Tak Tepat

CNN Indonesia
Kamis, 14 Mei 2020 14:57 WIB
Suasana pelayanan BPJS Kesehatan di kawasan Matraman, Jakarta, Rabu, 3 September 2019. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II akan naik secara efektif pada 1 Januari 2020. Masing-masing kelas ini akan naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu dan Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu.
BPJS Watch menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan dengan perluasan subsidi peserta mandiri III tidak tepat, terutama di masa pandemi saat ini.(CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan dengan memperluas subsidi negara ke peserta mandiri kelas III tidak tepat.

Menurutnya, bila kebijakan subsidi tetap ingin dijalankan, maka lebih baik peserta 'miskin' di mandiri kelas III dipindahkan ke kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang memang disubsidi pemerintah.

"Pemerintah harus peka dengan teriakan peserta mandiri kelas III apalagi sedang masa pandemi corona seperti ini. Buktinya konsumsi turun, itu pertanda daya beli melemah, termasuk untuk penuhi pengeluaran lain seperti kepesertaan," ungkap Timboel kepada CNNIndonesia.com, Kamis (14/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan rencana pemerintah, iuran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk Mandiri kelas III akan naik dari Rp25.500 menjadi Rp35 ribu per peserta per bulan mulai Juli 2020. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden (PP) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Rencananya, pemerintah akan memberikan subsidi sebesar Rp16.500 per peserta per bulan selama enam bulan sebelum iuran dengan tarif baru dibayarkan sepenuhnya oleh peserta mulai Januari 2021. Subsidi ini langsung dibayarkan ke BPJS Kesehatan setiap ada pembayaran dari peserta Mandiri kelas III.

"Subsidi itu secara riil akan masuk ke BPJS kalau peserta bayar, kalau tidak, ya tidak masuk, jadi ini bukan subsidi yang pasti untuk BPJS Kesehatan. Jangan senang dulu," katanya.

Data BPJS Kesehatan per 30 April 2020 mencatat jumlah peserta Mandiri kelas III berjumlah 21.814.335 orang. Bila dikalikan dengan besaran subsidi negara kepada peserta kelas ini dan dikali enam bulan masa pemberian subsidi, maka anggaran negara yang akan mengalir ke BPJS Kesehatan mencapai Rp2,15 triliun.

Namun, Kementerian Keuangan menyiapkan alokasi suntikan subsidi kepada perusahaan penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) itu hingga Rp3,1 triliun. Sayangnya, menurut Timboel, dana sebesar itu justru tidak bisa meringankan beban BPJS Kesehatan dan tidak tepat sasaran.

Pertama, tidak meringankan beban BPJS Kesehatan. Ia menemukan ada sekitar 14,83 juta peserta dari Mandiri kelas I, II, dan III yang menunggak iuran per tahun ini. Jumlah ini mencapai 49 persen dari total peserta dari ketiga kelas sekitar 30 juta peserta.

Menurut Timboel, ini menggambarkan bahwa potensi peserta Mandiri kelas III tetap tidak membayar iuran BPJS Kesehatan, meski ada suntikan subsidi dari pemerintah. Sebab, besaran tarif yang ditawarkan tetap sama sampai akhir tahun dan akan naik pada tahun depan.

"Mungkin terlihat kecil Rp25.500 per peserta (tarif Mandiri kelas III), tapi bagi masyarakat yang benar-benar susah, apalagi lagi pandemi corona seperti ini, bukan tidak mungkin itu tetap tidak dibayar. Kalau tidak bayar, ya tidak masuk ke BPJS Kesehatan, begitu juga dengan subsidinya," tuturnya.

Kedua, berpotensi tidak tepat sasaran. Pasalnya, ia mencatat sejak ada kebijakan kenaikan tarif mencapai dua kali lipat dari tarif awal, banyak peserta Mandiri kelas I dan II yang turun kelas ke Mandiri kelas III.

Data yang dimilikinya mencatat peserta Mandiri kelas I turun dari sekitar 4,6 juta menjadi 3,54 juta peserta. Begitu pula dengan peserta Mandiri kelas II turun dari 6,8 juta menjadi 5,45 juta peserta.

Mereka kemudian memenuhi Mandiri kelas III, sehingga julahnya bertambah menjadi 21,81 juta peserta. Kebijakan kenaikan tarif kala itu tertuang di Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, namun tak lama ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).

"Masalahnya setelah kenaikan waktu itu ditolak MA, mereka yang sudah terlanjur turun kelas ini tidak pindah ke kelas semua, sehingga yang ditanggung subsidi pemerintah jadi banyak.

Padahal, belum tentu mereka semua itu orang yang 'miskin', ada juga yang hanya karena tidak sanggup bayar kenaikan iuran dari Rp80 ribu jadi Rp160 ribu, tapi kan orang mampu tidak boleh disubsidi seharusnya," terangnya.

Dengan begitu, ia melihat ada potensi yang besar subsidi dari pemerintah tidak tepat sasaran. Sebab, turut menopang kewajiban iuran dari peserta yang sejatinya mampu dan berasal dari Mandiri kelas I dan II.

Atas ini semua, Timboel memberi saran, lebih biak pemerintah melakukan pembenahan data peserta Mandiri kelas III. Peserta yang benar-benar terbukti kesulitan atau 'orang miskin' dipindahkan saja ke PBI yang memang menjadi tanggungan pemerintah.

Selanjutnya, alokasi subsidi untuk Mandiri kelas III bisa digunakan untuk menambah suntikan ke PBI. Menurutnya, ini tidak hanya akan tepat sasaran, tapi juga anggaran yang digunakan lebih hemat.

Hitung-hitungan Timboel setidaknya alokasi subsidi bisa diberikan ke sekitar 8,33 juta peserta yang perlu dibantu. Estimasi ini berasal dari asumsi subsidi riil Rp2,15 triliun dibagi enam bulan masa pemberian subsidi, lalu dibagi lagi tarif Mandiri kelas III setelah kenaikan Rp42 ribu, sehingga didapatkan angka 8,33 juta peserta.

"Artinya lakukan saja cleansing data lalu jumlah ini bisa dipindahkan saja ke PBI. Jadi 'orang miskin' benar-benar dicover dan subsidi sudah pasti masuk serta tepat sasaran," katanya.

Ia pun mengaku kecewa karena pemerintah tak juga melakukan cleansing data selama ini. Padahal banyak manfaat dari langkah tersebut, khususnya membenahi tata kelola BPJS Kesehatan yang sudah terlanjur semrawut.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan alokasi subsidi yang disiapkan mencapai Rp3,1 triliun dan akan diberikan ke peserta Mandiri kelas III. Ia bilang dana itu masuk dalam insentif kesehatan dari pemerintah dalam penanganan dampak pandemi virus corona di Indonesia.

"Ada relaksasi keringanan di mana sisa antara Rp42 ribu ke Rp25 ribu peserta yang masuk PBPU dan BP ini ditanggung pemerintah pada 2020 yang jumlahnya per orang Rp16.500 per bulan," ujar Askolani. 

[Gambas:Video CNN]

(uli/age)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER