Stafsus Sri Mulyani Ungkap 3 Bantuan Negara ke Peserta BPJS

CNN Indonesia
Jumat, 15 Mei 2020 20:07 WIB
Sejumlah warga mengantre di kantor Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Cabang Medan, Sumatera Utara, Kamis (14/5/2020). Pemerintah menaikan iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan yang akan berlaku mulai 1 Juli 2020 bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta Bukan Pekerja (BP) menjadi sebesar Rp150.000 untuk kelas I, Rp100.000 untuk kelas II dan Rp42.000 untuk kelas III. ANTARA FOTO/Septianda Perdana/nz
Stafsus Sri Mulyani menyebut pemerintah memberikan bantuan berbentuk subsidi dan keringanan denda ke peserta BPJS Kesehatan walau iuran dinaikkan. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/SEPTIANDA PERDANA).
Jakarta, CNN Indonesia -- Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengklaim kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan mulai Juli 2020 tidak dilakukan secara asal. Hal ini tercermin dari berbagai keringanan yang diberikan negara kepada peserta di tengah kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut. 

Sebagai informasi, kenaikan iuran BPJS Kesehatan tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Dalam beleid tersebut, iuran peserta Mandiri kelas I naik dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu per peserta per bulan dan Mandiri kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu per peserta per bulan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kenaikan kedua kelas berlaku mulai Juli 2020. Sementara iuran kepesertaan Mandiri kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp35 ribu per peserta per bulan mulai 2021.

Yustinus mengatakan di tengah kenaikan tersebut, pemerintah memberikan keringanan kepada peserta BPJS Kesehatan. Pengampunan terdiri dari 3 bentuk.

Pertama, subsidi. Yustinus mengatakan meski iuran naik pemerintah sejatinya tetap memberi subsidi kepada peserta kelas terendah, meski bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang selama ini mendapat subsidi dari pemerintah.

Hal ini ditunjukkan pemerintah dengan memberi subsidi sebesar Rp16.500 per peserta ke Mandiri kelas III. Pasalnya, iuran kepesertaan kelas ini sejatinya harus tetap menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan sesuai dengan rencana kenaikan yang sebelumnya tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Namun, karena aturan itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA), maka pemerintah mengambil kebijakan subsidi sebesar Rp16.500 per peserta per bulan untuk Mandiri kelas III. Hal ini membuat peserta Mandiri kelas III bisa menikmati iuran dengan tarif tetap Rp25.500 per peserta per bulan dari Juli sampai Desember 2020.

[Gambas:Video CNN]
Bahkan, ia mengatakan peserta Mandiri kelas III tidak akan dibebankan membayar iuran Rp42 ribu per peserta per bulan pada tahun depan, melainkan 'cuma' Rp35 ribu per peserta per bulan. Sebab, pemerintah akan tetap memberi subsidi sebesar Rp7.500 per peserta per bulan mulai 2021.

"Untuk Mandiri kelas III, cukup bayar Rp25.500 karena pemerintah pun menyubsidi Rp16.500. Tahun 2021, baru jadi Rp35 ribu dengan subsidi Rp7.500," ujar Yustinus dalam publikasi pribadinya thereadreaderapp.com, dikutip Jumat (15/5).

Ia mengatakan kebijakan ini seharusnya tidak perlu dikeluhkan masyarakat karena faktanya pemerintah tetap memberi perlindungan kepada peserta di kelas terendah, meski kelas ini pula yang kerap memberi sumbangan defisit kepada BPJS Kesehatan. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, defisit yang disebabkan oleh peserta Mandiri kelas III mencapai Rp27,4 triliun pada 2019.

Angka ini berasal dari jumlah tagihan klaim mencapai Rp39,8 triliun dari 21,6 juta peserta yang menghuni kelas ini, sementara 'setoran' iuran hanya Rp12,4 triliun. Secara akumulasi, defisit perusahaan mencapai Rp15,6 triliun pada 2019 karena tertutup surplus dari kelompok PBI Rp11,1 triliun, PNS, TNI, dan Polri Rp1,3 triliun,serta pekerja formal swasta Rp12,1 triliun.

Kedua, sambungnya, pemerintah juga memberikan keringanan melalui pengurangan masa denda. Semula, aturan mewajibkan peserta yang menunggak perlu menyelesaian tunggakan selama 24 bulan sebelum akhirnya bisa mengaktifkan kembali kepesertaannya, khususnya ketika tengah 'kepepet' butuh perobatan.

"Tapi sekarang, untuk dukungan di masa pandemi (virus corona), pelunasan cukup enam bulan saja. Pelunasan juga boleh (dilakukan) sampai 2021," katanya.

Ketiga, pengurangan beban denda. Sebelumnya, denda yang harus dibayarkan peserta mencapai 5 persen dari perkiraan paket layanan penyakit yang diderita pasien (Indonesia Case Based Groups/INA CBG).

"Namun untuk dukungan di masa Covid-19, pada 2020 hanya dikenakan denda 2,5 persen. Pesannya jelas: naikin iuran gak asal naikin, ada pertimbangan masa pandemi. Adil dan bijak?" imbuhnya.

Di sisi lain, kata Yustinus, pemerintah sejatinya juga memberlakukan perluasan subsidi kepada peserta BPJS Kesehatan. Dari yang semula hanya ditujukan ke kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebanyak 96,5 juta peserta, kini mencakup Mandiri kelas III menjadi 132 juta peserta.

"Artinya, orang miskin dan tak mampu tetap tak bayar iuran dan menikmati layanan yang sama. Prinisipnya 'ability to pay', silakan yang mampu bayar lebih tinggi, yang tidak mampu silakan ikut Mandiri kelas III. Bukankah cukup fair? Layanan medisnya sama kok," pungkasnya. (uli/agt/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER