Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah tengah mengkaji perubahan skema bantuan sosial (
bansos) berbentuk paket sembako menjadi bantuan langsung tunai (
BLT). Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
Muhadjir Effendy mengungkap perubahan ini sedang dibahas oleh Kementerian Sosial (Kemensos).
"Soal apakah nanti ada bantuan sembako akan diganti juga oleh BLT itu masih dalam pembahasan kajian oleh Kementerian Sosial. Itu akan diberitahukan tentang keputusannya," ungkap Muhadjir dalam
video conference, Kamis (4/6).
Muhadjir belum merinci berapa nilai bantuan berbentuk sembako yang rencananya akan diubah menjadi BLT karena masih dalam pembahasan. Namun, dia menyatakan jumlah bansos yang akan diberikan kepada tiap keluarga akan dikurangi 50 persen jelang penerapan kebijakan kenormalan baru (
new normal) di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya, pemerintah hanya akan memberikan BLT sebesar Rp300 ribu dari sebelumnya yang mencapai Rp600 ribu kepada masing-masing penerima.
"Bansos memang diperpanjang sampai Desember 2020 tapi nilai bantuannya 50 persen dari total yang akan berakhir Juli. Jadi Agustus sampai Desember 2020 akan separuh," papar Muhadjir.
Ia mengatakan pemerintah sengaja mengurangi nilai bansos agar ketergantungan masyarakat yang terdampak virus corona terhadap bantuan pemerintah bisa berkurang jelang penerapan new normal. Pasalnya, pemerintah akan kembali membuka ruang publik secara bertahap sehingga aktivitas perekonomian diharapkan kembali bangkit.
"Kami melihat kecenderungan untuk ketergantungan bansos dikurangi jelang menuju new normal, karena nanti berbagai macam lapangan aktivitas di sektor-sektor padat karya dan lapangan pekerjaan lain dibuka karena ada pengurangan PSBB," jelas Muhadjir.
Sebelum Muhadjir, Menteri Keuangan Sri Mulyani pun memang sudah mengumumkan ada perubahan nominal dan jangka waktu penerimaan bansos serta Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa di tengah pandemi corona. Kedua jenis bantuan itu akan diperpanjang hingga akhir tahun ini.
"Bansos akan diperpanjang sampai Desember, untuk Jabodetabek akan sampai Desember. Namun, Juli hingga Desember akan turun dari Rp600 ribu menjadi Rp300 ribu per bulan," kata Sri Mulyani.
Kemudian, bansos non Jabodetabek akan turun dari Rp600 ribu menjadi Rp300 ribu mulai Juni 2020 hingga Desember 2020. Sementara, pengurangan BLT dana desa akan berlaku dari Juli hingga September 2020.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy melihat perubahan skema bansos sembako menjadi BLT ada plus dan minus.
Sisi positifnya, menurut Yusuf, bansos sembako di daerah tertentu memang tumpang tindih dengan bantuan sejenis yang berasal dari RW hingga kegiatan keagamaan. Sehingga, penerima bansos yang sama bisa menerima sembako hingga berlebih.
Jika bansos dari pemerintah bisa diubah menjadi BLT maka masyarakat akan lebih leluasa menggunakan bantuan tersebut di tengah pandemi corona.
"Masyarakat yang menerima sama. Dengan adanya BLT, masyarakat leluasa dalam membelanjakan bantuannya. Itu menjadi salah satu sisi positif dari wacana yang diajukan oleh pemerintah," paparnya kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (5/6).
Di sisi lain, jika dilihat dari besaran dana yang diterima, BLT yang kini menjadi Rp300 ribu relatif kecil, terutama untuk wilayah Jabodetabek. Konsekuensinya, jika tujuan pemerintah menggunakan BLT untuk mendorong daya beli maka tidak akan signifikan.
"Tidak ada dorongan lain konsumsi. Nah itu, menurut saya, kalau jadi tunai dan angka Rp300 ribu di Jabodetabek, saya agak skeptis," paparnya.
Selain itu, sisi minus lainnya, ada potensi uang BLT digunakan untuk hal tidak penting seperti rokok. Pasalnya, ia melihat belum ada urgensi untuk tidak merokok di tengah pandemi seperti ini.
Ia juga menilai alasan BLT diperkecil agar tidak terlalu bergantung ke pemerintah juga tidak pas. Pasalnya, pemerintah memang harus membantu masyarakat.
"Ada dana yang harus dikeluarkan, biaya tambahan. Tapi BLT diperkecil untuk tidak terlalu bergantung ke pemerintah, tidak pas. Peran pemerintah membantu masyarakat saat kondisi seperti ini," ujarnya.
Terlebih, pemerintah sudah melebihkan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Yusuf melihat dari porsi PEN saat ini masih ada ruang untuk ditambah. Anggaran akan membengkak untuk bansos, itu memang konsekuensinya.
"Setidaknya sampai akhir tahun ini. Kalau bicara anggaran yang membesar itu peran pemerintah. Masyarakat tidak serta merta bisa kembali daya beli, harus bertahap," ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menilai BLT akan lebih terasa dampak antar sektornya.
Perubahan bentuk bansos menjadi BLT juga bakal menciptakan efek multiplier yang besar. Salah satunya, menahan konsumsi agar tidak terlalu jatuh dalam jangka pendek. Hal ini penting mengingat saat ini dibutuhkan peningkatan pengeluaran dari rumah tangga untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.
Sebagai catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan konsumsi rumah tangga menopang 58,14 persen dari perekonomian domestik pada kuartal I lalu. Laju pertumbuhannya anjlok dari 5,02 persen pada kuartal I 2019 menjadi 2,84 persen secara tahunan dihantam wabah virus corona.
[Gambas:Video CNN]"Kondisi saat ini pelebaran defisit itu tidak masalah, karena paling penting
spend, spend, spend (belanja, belanja, belanja)," jelasnya.
Kendati demikian, Fithra tak memungkiri potensi penggunaan dana tidak sesuai kebutuhan.
Ia menengarai kecenderungan masyarakat memegang uang untuk tabungan dan menurunkan konsumsi di tengah pandemi. Namun, ia memperkirakan hanya 10 persen dari perkiraan total penerima BLT yang melakukan hal tersebut.
"Golongan miskin dan rentan miskin pasti akan langsung dibelanjakan karena mereka kehilangan
income (pendapatan), walau tidak semua 100 persen, tapi terpotong 50 persen hingga 75 persen. Bagaimana mau
saving (menabung)?," ujarnya.
(sfr)