Pemerintah akan menawarkan surat berharga negara (SBN) ritel Obligasi Negara Ritel (ORI) seri 017 pada 15 Juni-9 Juli mendatang. ORI 017 ini memiliki tingkat kupon sebesar 6,4 persen per tahun.
Sama seperti seri ORI016, minimum pembelian ORI017, yakni Rp1 juta dan maksimum Rp3 miliar. Imbal hasil (yield) ORI017 juga dipastikan lebih tinggi dari inflasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"ORI017 ini cukup likuid, bisa dicairkan kapan saja. Jadi, dari sisi investasi, imbal hasil, dan likuiditas ORI017 ini mencakup semuanya," tulis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (12/6).
Diharapkan, harga minimum pembelian yang tergolong rendah bisa mendorong masyarakat untuk berinvestasi. Dengan begitu, masyarakat bisa ikut serta membantu pembiayaan keuangan negara terutama yang terdampak pandemi virus corona.
"APBN terpengaruh covid-19. Penerimaan pajak berkurang, selain itu banyak penurunan pendapatan karena insentif yang diberikan pemerintah," terang Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystallin, kemarin.
Perencana Keuangan dari ZAP Finance Prita Ghozie menyatakan investasi pada surat utang negara memenuhi kriteria investasi yang banyak dicari investor, terutama investor pemula.
Hal ini meliputi, likuiditas, jangka waktu, dan jauh dari risiko gagal bayar karena ditanggung oleh pemerintah.
"ORI ini bisa dijual sebelum jatuh tempo, sehingga ORI ini bisa menjawab kegelisahan itu karena bisa dijual sebelum jatuh tempo," jelasnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah merilis seri ORI 016 dengan tingkat bunga sebesar 6,8 persen. Namun, seri ORI 016 tidak mencapai target penjualan karena imbal hasil yang ditawarkan menurun.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), penjualan ORI016 hanya mencapai Rp8,21 triliun.
Realisasi itu 91,2 persen dari target pemerintah yang mencapai Rp9 triliun. Sebagai pembanding, penawaran ORI 015 yang dirilis sebelumnya menawarkan imbal hasil 8,25 persen.
"Saya tahu masyarakat punya appetite (selera), mungkin ada ekspektasi return (imbal hasil) yang diharapkan," tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
(jal/bir)