Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengusulkan pemberian subsidi biaya rapid test bagi sopir angkutan logistik hingga bus antar kota-antar provinsi (AKAP). Subsidi itu penting untuk menghindari terjadinya antrean panjang akibat kewajiban rapid test mandiri di sejumlah pintu perbatasan.
"Ada beberapa kepala daerah yang memang menerapkan kebijakan sangat ketat untuk melindungi kotanya terhadap kemungkinan second wave (gelombang dua covid-19) sehingga demikian tidak mudah orang keluar masuk ke provinsinya atau daerahnya," ucap Budi dalam diskusi virtual yang digelar Forwahub, Jumat (26/6).
Budi mencontohkan, misalnya, sempat terjadi antrean di Pelabuhan Penyeberangan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur karena banyaknya para sopir yang belum melakukan rapid test.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Imbasnya, beberapa waktu lalu ratusan sopir truk logistik yang melakukan perjalanan ke Pulau Bali juga menggelar aksi protes dan mendatangi kantor ASDP Ketapang mengeluhkan kebijakan baru itu karena biaya rapid test mencapai Rp400 ribu.
Dalam aksi itu, para sopir menutup akses pintu keluar terminal Sritanjung dengan memarkirkan truknya di sepanjang jalan dekat Terminal Sritanjung hingga mengular hampir 2 kilometer.
"Saya sudah komunikasi juga dengan gugus tugas supaya ada subsidi untuk daerah-daerah yang seperti itu," lanjut Budi.
Menurut Budi, subsidi juga diperlukan untuk mengurangi beban operasional pengemudi angkutan umum yang melintasi sejumlah kota dan Provinsi.
Apalagi, beberapa wilayah kini mulai membatasi kuota rapid test mandiri secara gratis sehingga para pengemudi bus AKAP dan angkutan logistik harus merogoh koceknya sendiri untuk bisa melintasi perbatasan.
"Saat di awal-awal Gubernur Bali memang konsisten memberikan bantuan sepenuhnya kepada para pengemudi angkutan logistik, untuk dilakukan rapid test oleh Pemda. Namun demikian lama-kelamaan cukup banyak sehingga kewalahan akhirnya ditutup, dalam arti beban biaya para pengemudi itu jadi kewajiban operator," imbuhnya.