Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) mengusulkan agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diberi kewenangan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, usulan tersebut menuai pro kontra di kalangan pengamat.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Pieter Abdullah menilai OJK tidak perlu mempunyai kewenangan sejauh itu menyerupai KPK. Menurutnya, kewenangan OJK saat ini sudah cukup efektif untuk mengatasi masalah pada sektor jasa keuangan.
"Memang tidak sampai menyerupai KPK yang bisa menindaklanjuti hingga penuntutan di pengadilan. OJK tidak perlu punya kewenangan sejauh itu," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (30/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kewenangan OJK saat ini justru sudah lebih besar jika dibandingkan dengan lembaga pengawas sistem keuangan sebelumnya yaitu Bank Indonesia (BI) dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK).
Dulunya, dua entitas itu tidak dapat melakukan penyidikan sendiri apabila menemukan kasus kejahatan perbankan, tapi tindak lanjut kasus tersebut harus diserahkan kepada kepolisian atau kejaksaan.
Saat ini, lanjut Pieter, OJK sudah memiliki kewenangan meningkatkan kasus tersebut hingga penyidikan untuk kemudian diserahkan ke proses selanjutnya di pengadilan.
"Jadi saya kira OJK sudah memiliki kewenangan yang cukup dalam menindaklanjuti kasus kejahatan perbankan," ucapnya.
Lihat juga:Waskita Beton Tunda Bayar Bunga Obligasi |
Untuk diketahui, OJK dibentuk pada 2011 berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Namun, pengawasan sektor perbankan baru beralih dari BI ke OJK pada 31 Desember 2013.
Dalam Pasal 6 disebutkan tugas utama OJK adalah melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank (IKNB).
OJK juga memiliki wewenang untuk menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan dan memberikan atau mencabut izin usaha, izin perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, dan surat tanda terdaftar.
Pieter menilai OJK sudah menjalankan wewenangnya dengan maksimal. Jika terdapat kasus dalam sektor jasa keuangan, menurutnya itu merupakan kasus lama.
"Setahu saya OJK sudah memanfaatkan wewenang itu secara penuh. Kasus-kasus yang sekarang muncul sebenarnya bukan kasus baru, lebih banyak kasus lama," tuturnya.
Sebaliknya, Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara menilai usulan pemberian setara KPK itu justru ide bagus. Idealnya, kata dia, OJK memang harus bisa langsung melakukan penuntutan kepada pihak terkait.
"Jadi prosesnya lebih cepat dan memberikan efek jera bagi pelaku serta pengembalian kerugian ke nasabah setelah proses pengadilan selesai bisa dipercepat," ujarnya.
Ia menyatakan jika kewenangan itu diberikan kepada OJK, tidak terdapat potensi moral hazard lantaran OJK bisa bekerja sama dengan pihak berwenang lainnya.
"Ada shock therapy juga kalau OJK bisa menuntut langsung pelaku investasi ilegal sebelum memakan korban," katanya.
Sebelumnya, BPK mengusulkan agar OJK diberi kewenangan seperti KPK. Dengan demikian, lembaga tersebut memiliki hak sampai pada penuntutan kepada oknum yang diduga bersalah dalam skandal di industri keuangan, seperti perbankan, asuransi, dan pasar modal.
"Saya usulkan kewenangan OJK sampai pada penuntutan sama seperti KPK," ungkap Anggota VI BPK Harry Azhar Aziz.
Ia mengaku telah menyatakan usulan ini kepada sejumlah pihak, termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah. Namun, usulan ini tak mendapatkan persetujuan dari kedua pihak tersebut.