Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan premi asuransi jiwa terkontraksi 10 persen pada kuartal II 2020. Begitu juga dengan pertumbuhan premi asuransi umum dan reasuransi minus 2,3 persen pada periode yang sama.
"Seluruh pertumbuhan premi asuransi terkontraksi," ucap Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam konferensi pers virtual, Selasa (4/8).
Wimboh mengatakan kontraksi terjadi karena dampak tekanan ekonomi di tengah pandemi virus corona atau covid-19. Hal ini, sambungnya, sejalan dengan lemahnya permintaan kredit di perbankan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tercatat, kredit bank memang hanya tumbuh 1,49 persen menjadi Rp5.549,24 triliun pada Juni 2020. Padahal sebelumnya, kredit tumbuh 5,73 persen pada April dan 3,04 persen pada Mei 2020.
"Pertumbuhan asuransi bisanya sangat sejalan dengan pertumbuhan kredit bank. Kalau kredit motor naik, maka premi kendaraan bermotor naik dan seterusnya. Kalau kredit tidak naik pasti turun asuransinya," tuturnya.
Kendati begitu, Wimboh mengatakan premi asuransi sejatinya masih bertumbuh sepanjang April-Juni lalu. Tercatat, pertambahan premi asuransi jiwa meningkat 13,07 persen. Sementara pertambahan premi asuransi umum dan reasuransi naik 7,93 persen.
Sedangkan rasio investasi terhadap aset asuransi dan dana pensiun relatif stabil. Hal ini tercermin dari rasio investasi aset asuransi sebesar 84,8 persen pada kuartal II 2020. Lalu, rasio investasi aset dana pensiun 96,5 persen.
"Kami melihat penurunan ini sementara. Harapannya setelah ekonomi tumbuh lagi, otomatis perusahaan asuransi lebih banyak lagi mendapat polis-polis baru," terangnya.
Di sisi lain, dengan kinerja asuransi yang masih mencoba bertahan dari tekanan ekonomi, Wimboh memberi sinyal bahwa berbagai kebijakan reformasi yang sebelumnya sempat dipetakan untuk industri asuransi belum akan dilakukan. Sementara relaksasi untuk sektor asuransi juga belum ada yang baru.
"Tentu relaksasi akan cross aboard antara perbankan dan non perbankan, kedua reformasinya tetap dilakukan, tapi penerapannya kami lihat masing-masing timing-nya, pas atau tidak. Kami fokus ke recovery dulu," jelasnya.
Wimboh mengatakan sikap ini juga akan dilakukan untuk menyikapi industri keuangan non bank (IKNB) lain, seperti perusahaan pembiayaan (multifinance). Regulator akan fokus pada pemulihan masing-masing sektor sebelum meneruskan kebijakan reformasi tata kelola industri keuangan.
Untuk multifinance, OJK mencatat pertumbuhan pembiayaan juga terkontraksi 7,3 persen pada kuartal II 2020. Jumlah aset multifinance juga minus 3,9 persen.
Penurunan pembiayaan multifinance utamanya terjadi di sektor rumah tangga mencapai 12 persen. Lalu, juga diikuti dengan penurunan permintaan pembiayaan di transportasi dan pergudangan sekitar minus 0,7 persen.
Namun, pembiayaan untuk industri pengolahan masih tumbuh 33,3 persen, pertambangan 10,1 persen, pertanian 8,1 persen, dan perdagangan 8 persen. Penurunan pembiayaan rupanya juga diikuti dengan meningkatnya rasio pembiayaan yang bermasalah (Non Performing Financing/NPF), yaitu menjadi 5,1 persen pada Juni 2020.
Padahal per Mei, NPF masih berada di kisaran 4 persen. Bahkan, pada awal tahun masih di kisaran 3 persen. Berdasarkan sektor, NPF tertinggi berasal dari sektor transportasi dan pergudangan. Lalu, diikuti industri pengolahan, kegiatan jasa lainnya, perdagangan besar dan eceran, rumah tangga, dan lainnya.