Sejumlah warga negara asing (WNA) dari Korea Selatan (Korsel) dan Malaysia mengaku menyesal telah percaya memarkirkan dana mereka di Indonesia melalui PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Sebab, pembayaran klaim nasabah tak kunjung bisa didapat sejak meminta pencairan pada 2018 lalu.
Shawn, salah satu nasabah yang tergabung dalam Forum Korban Nasabah BUMN PT Jiwasraya Saving Plan mengaku mulanya mau memiliki asuransi yang dibelinya melalui KEB Hana Bank karena dana ditempatkan di perusahaan asuransi negara. Artinya, dana yang ditempatkan tentu dijamin oleh pemerintah Indonesia selaku pemegang saham.
Selain itu, warga negara Malaysia ini melihat penempatan dana di asuransi sejatinya memiliki tingkat risiko yang rendah. Hal ini sesuai dengan profil investasi yang dimilikinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak suka high risk dan ini milik negara, maka kami ikut deposito ke Hana Bank dan ternyata ditempatkan di asuransi ini. Tapi ternyata BUMN yang milik negara ini justru gagal bayar," kata Shawn dalam pertemuan virtual yang digelar ke awak media, Kamis (13/8).
Sayangnya, sambung Shawn, perusahaan yang seluruh sahamnya dimiliki pemerintah Indonesia rupanya tidak mendapat pertanggungjawaban dari negara. Bahkan, pemerintah terkesan hanya memberi janji-janji penyelesaian yang tidak ada bukti konkretnya.
"Kalau negara begini, kami tidak bisa percaya lagi. Dari dulu selalu bilang aman, tapi sampai sekarang kami tidak tahu mau ke mana. Saya menyesal percaya negara Indonesia karena ini," ujarnya.
Tak hanya kepada pemerintah, ia juga meragukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku lembaga pengawas bidang jasa keuangan di Tanah Air karena tidak tampak memberikan peran dalam penyelesaian kasus. Begitu pula dengan KEB Hana Bank yang seolah lepas tangan usai berhasil menjual asuransi.
"Dari pihak bank, kami tidak mendengar apa-apa, tidak ada message, tidak dikasih surat. Kalau ditanya, katanya belum dapat info apa-apa dari OJK. Ini tidak ada gunanya orang sini," tuturnya.
Senada, Lee Kang Hyun, nasabah lain asal Korsel mengaku heran dengan pemerintah Indonesia yang seolah 'lepas tangan'. Padahal, Jiwasraya merupakan BUMN dan kasus ini dianggap menjadi pertaruhan dari kepercayaan asing terhadap pemerintah Indonesia.
"Dulu kami anggap 'Wah ini pemiliknya pemerintah (Indonesia) jadi mungkin sebentar lagi bisa diselesaikan', jadi kami tunggu. Tapi ternyata kami sadari karena ini milik negara, BUMN, ternyata begitu gampang duitnya dipakai, investasi ke mana-mana, begitu gampang jadi korupsi, macam-macam," ujar Lee.
"Karena ini pemilik pemerintah, jadi malah gampang pakai duitnya. Heran sekali, mana ada negara seperti itu? Bukan karena saya orang asing, orang Indonesia sendiri harusnya menyadari ini lah Indonesia. Sampai ada gosip uang ini masuk ke pemilu presiden, jadi mungkin siapa pun tidak bisa sentuh, sampai gosip begitu ada, meski saya tidak tahu juga," sambungnya.
Lebih lanjut, Lee mengaku sebenarnya masih sempat sabar menunggu penyelesaian dari berbagai pihak, baik Jiwasraya, pemerintah, OJK, hingga bank. Sayangnya, berbagai perkembangan dalam kasus ini rupanya hanya harapan palsu.
"Saya tunggu katanya Maret (2020) akan cair kepada korban yang kecil, kami harap ada, ya tidak apa, alhamdulillah, kami tunggu, tapi ternyata mendadak ada kabar program ini bukan untuk saving plan tapi untuk tradisional. Hebat, kami dibohongi. Lalu, ada pertemuan di DPR, ini mungkin akan tutup dan ada Nusantara Life. Kenapa tutup? Kenapa tutup sebelum selesai?" katanya.
Ia pun meminta pemerintah, Jiwasraya, OJK, dan bank yang terlibat dalam kasus gagal bayar klaim bisa segera memberikan kejelasan dan ganti rugi atas pembayaran klaim kepada nasabah. Menurutnya, OJK perlu memberi sanksi kepada tujuh bank yang turut memasarkan produk asuransi Jiwasraya.
Khususnya kepada KEB Hana Bank yang menjadi agen pemasaran produk asuransi Jiwasraya bagi WNA asal Korsel. Sebab, menurutnya, Hana Bank berbohong dengan menjanjikan produk ini semacam deposito bank.
"Sebenarnya teman-teman saya orang Korea yang jumlahnya 500-an orang beli kenapa? Karena Hana Bank bohongi orang Korea, katanya ini sebagai deposito, makanya mereka ikuti. Ini harusnya diberi sanksi," tekannya.
Masalah keuangan Jiwasraya mulanya muncul karena perusahaan gagal membayar kewajiban klaim mencapai Rp802 miliar pada 2018. Nilai itu pun membengkak mencapai Rp12,4 triliun pada akhir 2019.
Selain itu, ekuitas perusahaan juga negatif Rp23,92 triliun pada September 2019. Masalah kian besar karena ada salah penempatan investasi di saham-saham 'gorengan'.
Dalam pembahasan terakhir, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan pemerintah akan membentuk perusahaan asuransi baru, yaitu PT Nusantara Life guna menyelamatkan nasabah Jiwasraya. Selanjutnya, terdapat peluang bagi pemerintah untuk menutup Jiwasraya setelah semua nasabahnya memindahkan polisnya ke Nusantara Life.
Lihat juga:Kementerian BUMN Akan Bubarkan Jiwasraya |
"Ya (Jiwasraya) pada akhirnya tutup. Tapi memang kami harapkan seluruh pemegang polis ini, kami harapkan nanti mau untuk pindah begitu. Karena yang Jiwasraya memang tidak ada pesertanya," kata Kartika.
Sementara Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata sempat mengatakan bahwa kementeriannya tengah menyiapkan alternatif lain untuk menyelesaikan kasus Jiwasraya. Namun, pemerintah masih enggan membeberkan alternatif lain yang dimaksud.
Ia hanya memastikan pemerintah tidak akan menambah investasi langsung pada perusahaan asuransi jiwa pelat merah itu. Sementara terkait Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Jiwasraya pada 2021 mendatang, ia bilang akan diumumkan bertepatan dengan pembacaan Nota Keuangan RUU APBN 2021.
"Kami lihat di Agustus kira-kira akan tampil atau tidak karena memang ada alternatif lain untuk selesaikan masalah Jiwasraya. Kami akan gunakan vehicle (perantara) lain untuk bisa kemudian mengambil alih portofolionya," terang Isa.