Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro menyatakan pemerintah akan mengembangkan garam industri yang terintegrasi dengan air buangan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan industri terhadap garam impor.
Bambang menjelaskan selama ini garam hasil produksi rakyat belum bisa memenuhi standar yang diminta industri. Industri membutuhkan garam dengan kadar Natrium Chlorida (NaCl) dengan kadar di atas 97 persen. Sementara, garam rakyat belum bisa memproduksi garam industri dengan kadar tersebut.
"Penggunaan teknologi akan digunakan untuk kurangi ketergantungan terhadap impor garam industri," ungkap Bambang dalam konferensi pers usai rapat terbatas secara virtual, Senin (5/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nantinya, lanjut Bambang, ada pabrik yang terintegrasi langsung dengan lahan milik petani garam. Pabrik tersebut akan meningkatkan kadar NaCl menjadi lebih dari 97 persen.
Bambang bilang sudah ada satu pabrik yang rampung dan siap beroperasi di Gresik, Jawa Timur. Pemerintah akan menambah jumlah pabrik tersebut di beberapa daerah.
"Arahan presiden agar segera ditambah terutama satu sampai dua pabrik pada tahun depan. Tentunya akan bertambah lagi," terang Bambang.
Ia menyatakan butuh dana Rp40 miliar untuk membangun satu pabrik. Artinya, pemerintah butuh dana setidaknya Rp120 miliar untuk membangun tiga pabrik yang bisa meningkatkan kadar NaCl garam rakyat menjadi lebih dari 97 persen.
Berdasarkan data yang ia terima, total impor garam industri rata-rata 2,9 juta ton per tahun. Mayoritas industri yang mengimpor adalah pabrik kaca, yakni mencapai 2,3 juta ton per tahun.
Untuk itu, pemerintah akan melakukan pengolahan garam industri untuk memenuhi kebutuhan pabrik kaca di Banten. Bambang menyatakan ada beberapa PLTU di Banten yang air buangannya akan diubah menjadi garam dan air siap minum.
"Arahan Presiden (Presiden Joko Widodo), kami bisa memulai dengan pengolahan garam dari PLTU yang ada di Banten. Ini karena kebutuhan pabrik yang butuh memang ada di Banten," jelas Bambang.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap alasan kenapa impor garam masih dilakukan oleh Indonesia hingga saat ini. Ia bilang produksi garam di dalam negeri masih rendah.
Jokowi menjabarkan produksi dalam negeri hanya 2 juta per ton per tahun. Sementara, kebutuhan garam industri mencapai 2,9 juta ton.
"Kebutuhan garam nasional sebanyak 4 juta ton per tahun dan produksi garam nasional baru 2 juta ton akibatnya alokasi garam untuk kebutuhan industri masih banyak yaitu 2,9 juta ton," ujar Jokowi.
Jokowi mengatakan masalah tersebut perlu segera diperbaiki. Ia memerintahkan para menterinya untuk melakukan pembenahan besar-besaran pada produksi garam nasional.
Pembenahan ia minta dilakukan mulai dari rantai pasok hulu sampai hilir. Jokowi mengatakan kepada para menterinya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk melakukan pembenahan tersebut.
Selain itu, ia meminta anak buahnya untuk melihat lagi ketersediaan lahan produksi garam. Ia juga memerintahkan jajarannya untuk mempercepat integrasi antara upaya ekstensifikasi lahan garam rakyat yang ada di 10 provinsi dengan upaya intensifikasi.