PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berupaya melakukan negosiasi komersial dengan pihak pemberi sewa atau lessor armada pesawat. Perseroan mengatakan negosiasi itu bertujuan untuk mencapai kesepakatan di luar pengadilan dengan pihak lessor.
"Negosiasi tersebut dilakukan untuk mendapatkan kesepakatan terbaik untuk lessor maupun perseroan terkait dengan perjanjian-perjanjian sewa pesawat dan penyelesaian atas kewajiban perseroan terhadap lessor khususnya di masa pandemi ini," ujar manajemen Garuda Indonesia dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (5/10).
Manajemen menuturkan maskapai pelat merah itu memiliki perjanjian sewa pesawat dengan 31 lessor. Namun, perseroan tidak mengungkapkan nilai kontrak yang tengah dalam proses negosiasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasalnya, proses negosiasi masih berlangsung dengan masing-masing lessor.
"Selain itu, memperhatikan prinsip kerahasiaan yang tertuang dalam perjanjian, maka perseroan dalam hal ini berkewajiban menjaga kerahasiaan dari kesepakatan tersebut, termasuk mengenai nilai sewa perjanjian," kata manajemen Garuda Indonesia.
Namun, perusahaan dengan kode saham GIAA itu memastikan proses negosiasi bersama lessor tidak berpengaruh pada operasional perseroan. Mereka memastikan negosiasi dengan lessor berjalan dengan baik.
"Sampai saat ini tidak terdapat informasi atau kejadian penting yang material dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perseroan serta dapat mempengaruhi harga saham," imbuhnya.
Bukan rahasia lagi, pandemi covid-19 membuat kinerja Garuda Indonesia terpuruk. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra sempat mengungkapkan pendapatan perseroan turun hingga 90 persen akibat pandemi.
Pasalnya, perseroan kehilangan momentum puncak ramai penumpang (peak season) pada Lebaran tahun ini akibat virus corona. Kehilangan tersebut terjadi akibat larangan mudik yang diberlakukan pemerintah dalam rangka mencegah penyebaran virus corona.
"Jadi persoalan di Garuda hari ini adalah revenue (pendapatan) turun sampai 90 persen, jadi tinggal 10 persen," ujarnya Juli lalu.
Selain Lebaran, ia mengatakan Garuda pada tahun ini juga mendapatkan pukulan dari larangan ibadah umroh dan pembatalan ibadah haji. Perseroan juga tidak bisa meraih momentum libur anak-anak sekolah yang biasanya berlangsung di Juni-Juli.
Kondisi itu berpengaruh pada kinerja keuangan perusahaan. Tercatat, total utang perseroan mencapai US$2,21 miliar atau setara Rp32,04 triliun (kurs Rp14.500 per dolar AS) per 1 Juli 2020 kemarin.
Pinjaman tersebut terdiri dari utang operasional sebesar US$905 juta, pinjaman jangka pendek US$6,68 juta, dan jangka panjang US$645 juta.
(ulf/agt)