Menkeu Era SBY Ramal Dampak PSBB Longgar ke Ekonomi Sementara

CNN Indonesia
Selasa, 13 Okt 2020 13:56 WIB
Menkeu era SBY, Chatib Basri memperkirakan dampak pelonggaran PSB ke sejumlah indikator perekonomian hanya bersifat sementara, tapi menentukan.
Menkeu era SBY Chatib Basri meramal dampak pelonggaran PSBB ke ekonomi bersifat jangka pendek tapi menentukan. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Keuangan era SBY, Chatib Basri memperkirakan dampak pembukaan aktivitas ekonomi atau pelonggaran PSBB pada sejumlah indikator perekonomian hanya berlangsung dalam jangka pendek. Meski demikian, ia menuturkan kondisi tersebut akan mempengaruhi pola pemulihan ekonomi Indonesia ke depannya.

"Kalau indikator ini benar, artinya benar ekonomi kita rebound (balik arah menguat), tapi dia short-lived (jangka pendek). Jadi, mungkin pemulihan ekonominya tidak bisa bentuk huruf V, maka kemungkinannya apakah di huruf L, U, W apa seperti lambang Nike, turun kemudian naik tapi lambat," ujarnya dalam Bincang APBN 2021, Selasa (13/10).

Ia menambahkan dampak jangka pendek itu pernah tercermin dari sejumlah indikator ekonomi dalam negeri. Salah satunya, indeks Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur dan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk diketahui, indeks PMI manufaktur tercatat sebesar 45,3 pada Maret. Kemudian, turun tajam pada April ke 27,5 dan Mei ke 28,6.

Sejalan dengan pelonggaran pembatasan sosial, indeks PMI bertambah jadi 39,1 pada Juni dan 46,9 di Juli. Posisinya kembali membaik pada Agustus yakni 50,8 persen, namun kembali berkurang pada September menjadi 47,2.

"Dari data PMI, Agustus naik artinya ekspansi produksi mulai terjadi, tapi September drop lagi mungkin alasannya PSBB," imbuhnya.

Ia mengungkapkan terdapat sedikitnya 4 alasan yang diduga membuat efek pelonggaran PSBB ke ekonomi hanya bersifat sementara. Pertama, daya beli masyarakat yang masih lesu karena dampak covid-19.

Geliat daya beli memang terlihat saat pembukaan aktivitas ekonomi pada Juni. Tapi ia menilai kondisi itu hanya dipicu efek permintaan yang tertunda.

"Jadi, ada permintaan yang tertunda, ketika dibuka (aktivitas ekonomi) memang naik tapi setelah itu flat lagi," ucapnya.

Kedua, perubahan perilaku konsumen. Khususnya, kelompok ekonomi menengah ke atas yang sekarang lebih berhati-hati bahkan cenderung menahan konsumsi.

Ketiga, peralihan pola belanja dari offline ke online, walaupun porsi terbesarnya hanya terjadi di kota besar.

Keempat, aturan sejumlah pemerintah daerah yang masih memberlakukan PSBB seperti DKI Jakarta.

[Gambas:Video CNN]

Perusahaan Zombie

Chatib mengatakan pemerintah perlu mencari cara agar dampak bisa berkelanjutan. Pasalnya, PSBB, walaupun dilonggarkan, perusahaan tetap tidak bisa operasional 100 persen.

Ini dikhawatirkan akan memicu munculnya perusahaan zombie atau zombie companies.

Artinya, perusahaan tersebut tetap beroperasi tetap hanya untuk menutupi biaya operasional.

"Itu yang saya sebut ada risiko dalam kondisi ini, kalau skala ekonomis tidak tercapai, perusahaan itu menjadi zombie companies. Dia bisa jalan karena bisa cover variabel cost (biaya operasional), tapi dia tidak bisa cover fixed cost (biaya tetap)," ucapnya.

Misalnya, restoran hanya beroperasi 50 persen, maka pendapatannya pun tidak penuh. Namun, di sisi lain restoran tersebut masih harus membayar biaya sewa tetap 100 persen sebagai variabel biaya tetap.

Kondisi itu, lanjutnya, membuat sejumlah perusahaan menahan ekspansinya. Pelaku usaha menilai kondisi saat ini masih dipenuhi ketidakpastian.

"Studi yang saya lakukan memperlihatkan, meskipun kapasitas pasar masih tinggi orang tidak akan ekspansi, ya ngapain juga tambah investasi baru kalau investasi yang ada itu under utilize," ucapnya.

(ulf/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER