Mining Industry Indonesia (MIND ID), holding BUMN pertambangan mengaku tengah melirik perusahaan asal Jepang agar mau masuk ke investasi proyek pembangunan pabrik baterai listrik di Tanah Air. Ini merupakan langkah lanjutan dari rencana pembangunan pabrik yang sudah mengantongi minat investasi dari China dan Korea Selatan.
"Ada yang approach tapi masih belum sejauh dengan Korea dan China, ada dari luar juga. Kami juga melihat potensi dengan Jepang, tetapi untuk sementara masih Korea dan China," ujar Direktur Utama MIND ID sekaligus PT Indonesia Asahan Aluminium alias Inalum Orias Petrus Moedak saat berbincang secara virtual dengan awak media, Kamis (15/10).
Kendati begitu, Orias mengatakan belum ada hasil komunikasi berarti dengan Jepang terkait proyek investasi ini. Hal ini berbeda dengan China dan Korea Selatan yang sudah menyatakan minat dengan potensi nilai investasi mencapai US$12 miliar atau setara Rp176,4 triliun (kurs Rp14.700 per dolar AS).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Orias bilang keinginan mengajak Jepang muncul karena Menteri BUMN Erick Thohir ingin potensi investasi pabrik baterai listrik di dalam negeri mencapai US$20 miliar atau sekitar Rp294 triliun. Namun, potensi minat investasi yang masuk baru mencapai US$12 miliar.
"Jadi angka dari Pak Menteri itu US$20 miliar, itu harapan lebih jauhnya, maka kami terbuka untuk tambah mitra lain. Kalau ada tiga mitra, ya tidak apa karena nikel kita banyak, kalau ada tiga mitra bisa sampai US$20 miliar," jelasnya.
Lebih lanjut, untuk minat investasi dari China dan Korea Selatan, rencananya Indonesia akan mematok aliran modal dari dalam negeri sekitar US$3,6 miliar atau 30 persen dari total potensi investasi. Modal itu akan berasal dari keuangan holding industri baterai listrik bernama PT Indonesia Battery Holding.
Holding itu merupakan gabungan kerja sama antara MIND ID melalui PT Aneka Tambang (Persero) Tbk dan dua BUMN lain, yaitu PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).
"Nanti akan diberitahu oleh tim, ini equity berapa, pinjaman berapa. Tapi equity kan biasanya 30:70. Jadi ya US$3,6 miliar. Tapi mitra kan banyak, jadi tidak berat," katanya.
Bersamaan dengan belum ditentukannya berapa porsi pendanaan, maka rincian mekanisme berapa lama tenor dan bunga pembiayaan yang sekiranya akan diberikan oleh investor dari Negeri Tirai Bambu dan Negeri Ginseng belum ada.
Begitu juga dengan peta waktu implementasi pembangunan pabrik ke depan. Sebab, saat ini kerja sama ini baru sampai pada tahap minat dari kedua negara.
Selain itu, Indonesia sendiri masih mempersiapkan pembentukan holding industri baterai listrik. Targetnya, pembentukan PT selesai pada pekan ini dan keseluruhan legalnya rampung dalam sebulan ke depan.
Sementara untuk studi kelayakan (FS) proyek, Orias bilang kemungkinan kerja sama ini tidak menggunakan studi yang terlalu dalam dan memakan waktu lama. Pertimbangannya, karena perkembangan industri kendaraan dan baterai listrik di luar negeri sejatinya sudah ada.
"Ini bukan sesuatu yang baru, itu sudah ada, tinggal bangun saja. Studi tidak perlu detail sekali, bisa langsung proses ke hulu," ungkapnya.
Untuk lokasi, ia bilang kemungkinan ada di tiga tempat, yaitu Pomala dan GAG milik PT Vale Indonesia, di mana Inalum baru saja menggenggam saham perusahaan tersebut sekitar 20 persen. Dua tempat lain di Sulawesi Tengah, yakni Konawe dan Kolaka yang dikelola Antam dan Halmahera yang juga dikelola juga dikelola Antam.
"Kemungkinan di tiga tempat itu," imbuhnya.
Dari sisi cadangan nikel, Orias memperkirakan jumlahnya mencapai 21 juta metrik ton. Bahkan, Indonesia disebutnya menempati posisi nomor satu untuk jumlah cadangan nikel di dunia.
Kendati begitu, Indonesia perlu mencari sumber cadangan lithium yang juga diperlukan dalam industri ini. Saat ini, sambungnya, sudah ada beberapa negara penghasil lithium yang dilirik.
Namun, hingga kini belum ada keputusan soal mana yang akan dilirik.
"Lithium ini kita tidak ada, jadi MIND ID buka kemungkinan untuk investasi di luar untuk tempat-tempat yang bisa produksi lithium. Nanti di hilir PLN-Pertamina yang bisa lihat kemungkinannya," katanya.
Potensi Pasar
Orias mengatakan pembangunan pabrik baterai listrik di dalam negeri sangat penting karena Indonesia punya cadangan nikel yang banyak. Namun, saat ini cadangan itu banyak dimanfaatkan dalam bentuk mentah
Oleh karena itulah, pemerintah sedang berupaya untuk menggenjot hilirisasi produk tambang.
Hilirisasi sendiri tak hanya bermanfaat menambah nilai tambah komoditas, tapi juga memberi dampak yang besar terhadap ekonomi. Apalagi, kebutuhan dan permintaan (demand) pasar terhadap baterai listrik ke depan sangat besar.
"Demand pada 2027 mungkin hampir 800 GWh, pertumbuhannya cukup pesat 22 persen sejak 2020-2027. Jadi kami ekspektasi demand industri akan sangat besar untuk baterai listrik," ujarnya.
Selain itu, tren konsumsi nikel pun diperkirakan juga bakal meningkat karena kebutuhan bahan bakar kendaraan listrik. Proyeksinya mencapai 600 ribu metrik ton pada 2030.
Begitu pula dengan kebutuhan baterai listrik di dalam negeri, estimasinya mencapai 8-10 GWh pada 2035.
"Ini kami asumsikan untuk permintaan kendaraan roda dua dan empat, jadi termasuk motor," tuturnya.
Sementara untuk estimasi hiliriasi, kapasitas di dalam negeri untuk proyek HPAL diperkirakan bisa mencapai 10 ktpa. Sedangkan untuk proyek RKEF mencapai 100 ktpa.
Lihat juga:BUMN Nuklir Bakal Gabung ke Holding Farmasi |
Perkembangan lini industri pun diramal tidak berhenti sampai manufaktur pembuatan baterai saja, namun bisa berkembang sampai ke kendaraan listrik, stasiun pengisian listrik, hingga daur ulang baterai. Bila semua proyeksi ini berjalan, maka dipastikan industri ini akan memberi sumbangan besar ke ekonomi Indonesia.
Hitung-hitungannya, dampak ke ekonomi bisa menciptakan lapangan kerja dengan daya serap mencapai 3.600 sampai 7.200 pekerja. Kemudian, bisa memberi sumbangan penerimaan pajak yang bisa diberikan mencapai US$1 miliar per tahun.
"Kalau dilihat dari nilai tambah itu bisa sampai empat kali lipat. Ini potensi sumbangan industri baterai ke perekonomian berdasarkan nilai tambah terhadp PDB sejak proyek ini menghasilkan," jelasnya.
Mimpi Besar
Tak hanya memberi dampak ekonomi secara kuantitas, Orias berharap perkembangan industri baterai listrik juga memberi manfaat secara kualitas kepada masyarakat. Sebab, pemanfaatannya sangat mungkin meringankan beban masyarakat, khususnya di pelosok nusantara.
"Ini kemampuan menyimpan energinya tinggi dan cukup baik, bukan hanya untuk easy baterai tapi juga untuk daerah remote yang mahal untuk bangun pembangkit," katanya.
Mimpi besarnya, baterai listrik tidak hanya bisa menjadi pemenuhan kebutuhan bahan bakar kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan. Namun juga, menjadi penyimpan energi yang bisa digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari, misalnya listrik rumah tangga.
"Jadi baterai ini storage energy, misal dari tenaga surya, siang di-charge, malam dipakai. Ini yang sedang disiapkan untuk rencana besar, untuk hasilkan baterai. Jadi bukan hanya untuk kendaraan tapi juga untuk kebutuhan perumahan. Ini PR (pekerjaan rumah) yang persiapannya ada di Pertamina, PLN, MIND ID, khusus di MIND ID, Antam akan disiapkan," pungkasnya.