SATU TAHUN JOKOWI-MA'RUF

Catatan Utang RI di Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf

CNN Indonesia
Selasa, 20 Okt 2020 09:08 WIB
RI belum bisa terlepas dari jeratan utang. Bahkan di ulang tahun pertama pemerintahan Presiden Jokowi, RI mendapat gelar dari Bank Dunia sebagai tukang utang.
Ekonomi mengingatkan pemerintah agar utang luar negeri terus dipantau sehingga rasionya tetap terjaga di batas aman. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).

Meski wajar, Eko menyatakan pemerintah harus hati-hati. Jangan sampai, rasio utang melebihi atau mendekati batas maksimal 60 persen dari PDB.

Setelah pandemi selesai, pemerintah harus lebih disiplin dalam menetapkan batasan defisit fiskal. Saat ini, pemerintah melonggarkan batas defisit fiskal lebih dari 3 persen karena pandemi covid-19.

Hal itu tertuang dalam UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disese 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi UU.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam aturan itu, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperbolehkan melampaui 3 persen terhadap PDB selama penanganan pandemi. Namun, defisit APBN harus kembali di bawah 3 persen pada tahun anggaran 2023.

"Situasi ini berat tapi setelah 2022, yakni 2023 itu pemerintah harus mulai ketat lagi, kembali ke aturan semula bahwa defisit APBN di bawah 3 persen. Itu harus dilakukan untuk menjaga peningkatan utang yang signifikan," ucap Eko.

Selain itu, pemerintah juga punya opsi untuk mengerek tarif pajak pasca pandemi. Itu salah satu cara untuk menaikkan penerimaan negara.

Jika pendapatan negara naik, maka selisih dengan kebutuhan belanja akan semakin kecil. Otomatis, pemerintah bisa menekan utangnya di masa mendatang.

"Setelah covid-19, pajak bisa dinaikkan untuk pemulihan ekonomi. Itu mau tidak mau. Pemerintah mau meminta pajak besar itu juga tergantung utang negara, suatu saat pajak akan besar, tapi tidak sekarang," tutur Eko.

Sri Mulyani sebelumnya memproyeksi penerimaan pajak tahun ini turun lebih dari 10 persen akibat covid-19. Hal ini karena melihat realisasi penerimaan pajak per Agustus 2020 yang turun mencapai 15,6 persen menjadi Rp676,9 triliun.

Ia bilang faktor utama yang membuat penerimaan pajak turun adalah pajak penghasilan (PPh) dari minyak dan gas (migas). Tercatat, penerimaan dari PPh migas hingga akhir Agustus 2020 hanya Rp21 triliun atau turun 45,2 persen dari Agustus 2019 yang sebesar Rp39,5 triliun.

Secara keseluruhan, pendapatan negara hingga akhir Agustus 2020 hanya Rp1.034,1 triliun atau turun 13,1 persen dibandingkan Agustus 2019 yang sebesar Rp1.190,2 triliun. Sementara, belanja negara naik 10,6 persen menjadi Rp1.534,7 triliun.

Alhasil, defisit APBN 2020 per akhir Agustus 2020 mencapai Rp500,5 triliun. Defisit tersebut setara 3,05 persen terhadap PDB.

Realisasi defisit APBN 2020 per Agustus 2020 meningkat 152,9 persen dari Agustus 2019 yang hanya Rp197 triliun. Pada Agustus 2019, angka defisitnya setara dengan 1,25 persen terhadap PDB. 

Catatan redaksi: Judul berita ini diubah pada Selasa (20/10) pukul 11.20 WIB. Sebelumnya berjudul "Kado Gelar Negara Tukang Utang saat 1 Tahun Usia Pemerintahan". 

(aud/agt)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER