
Tokokiki, Live Facebook dan Cuan Melesat saat Pandemi

Kiki Wulandari (32) bersiap mengenakan warna pakaian dan jilbab yang senada. Setelah merasa penampilannya pantas, Kiki meraih tripod, memasang ponsel dan mendirikannya sejajar dengan kepala.
Ibu tiga anak ini pun menaruh kursi di depan ponsel. Disesuaikan agar pas di bingkai kamera, yang akan menjadi alat pencegah pegal selama dirinya mulai melakukan live streaming di Facebook.
Setelah memastikan baterai ponsel penuh dan jaringan data pun lancar, Kiki memulai siaran langsungnya hingga angka di samping simbol mata sebagai penanda jumlah penonton mulai menanjak naik.
"Assalamualaikum bunda, jilbab murah kita ada lagi nih. Harga mulai Rp15 ribu, dibantu share, dibantu tes komennya ya bunda," tutur Kiki melafazkan salam pembukanya kepada para calon pembeli.
Kiki merupakan satu dari ratusan penjual daring di Palembang, Sumatera Selatan yang memanfaatkan fitur live streaming di Facebook. Berjualan dengan memanfaatkan toko daring, lapak e-commerce, situs jual-beli, dan endorsement para tokoh di media sosial sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu.
Namun pemanfaatan live streaming, khususnya di Facebook, menjadi cara yang terhitung baru menjadi tren sejak awal 2020 ini.
Apabila penjual di lapak e-commerce dan situs jual beli hanya menempatkan gambar dan video, para penjual live streaming benar-benar menggunakan cara konvensional untuk memasarkan produknya. Mereka cuap-cuap mengenalkan produk mereka, harga dan tawar-menawar pun tetap terjadi.
Bedanya, penjual konvensional di toko atau pasar berhadapan tatap muka secara langsung dengan calon pembeli, sementara penjual via live streaming hanya berhadapan dengan kamera ponsel dan menjawab pertanyaan calon pembeli melalui komentar-komentar yang dilayangkan.
Barang yang dijual pun bermacam-macam. Mulai dari pakaian, peralatan dapur dan rumah tangga, tas, sepatu, jilbab, hingga mainan anak-anak.
Sebagian mereka adalah pedagang pasar yang beralih menggunakan teknologi untuk memperluas daya jangkau pembeli serta ibu rumah tangga yang memanfaatkan kesenggangan di tengah kesibukan mengasuh anak agar bisa menambah pemasukan.
Grup jual-beli yang ada di Facebook saat ini pun berkembang lebih jauh daripada sekedar lapak mem-posting jualan, namun juga menyediakan lapak untuk menjajakan langsung secara live. Puluhan grup jual-beli, mulai dari grup yang umum hingga kategori khusus ada.
Kiki mulai berjualan jilbab via live streaming Facebook sejak pandemi melanda.
Memulai Bisnis
Sebelumnya Kiki merupakan karyawan swasta yang berhenti bekerja sejak melahirkan anak keduanya pada awal 2019.
Sebelumnya, saat bekerja pun dulu Kiki nyambi untuk berjualan pakaian di pasar dadakan mingguan di Kambang Iwak, Palembang setiap akhir pekan. Sejak berhenti bekerja, Kiki pun tidak hanya mengurus rumah tangga namun juga meningkatkan usahanya dengan berjualan pakaian dengan sistem cicilan.
Kiki mengambil pakaian untuk dijual dari produsen-produsen besar di Jakarta dan Bandung untuk kemudian dijual kembali di lingkungan rumah dan kenalannya.
Dia menerima para reseller yang menawarkan barang jualannya untuk meningkatkan omset. Namun dirinya mengaku menjual pakaian yang harganya Rp100-250 ribu membuat perputaran uangnya pun lambat.
Tak sedikit pembeli yang mencicil pun macet sehingga modalnya pun tergerus. Beberapa reseller yang tidak amanah pun banyak yang melarikan barangnya dan uangnya pun tak kembali. Akibatnya, Kiki mulai mengerem penjualan pakaiannya pada akhir 2019.
Hobinya berselancar di media sosial Facebook mengenalkan dirinya kepada para penjual live streaming. Kiki mulai menjadi pembeli daring dari para penjual tersebut, dan kualitas barang yang diterimanya pun sesuai dengan ekspektasi.
Kiki mulai tertarik berjualan jilbab karena harga-harga yang ditawarkan para penjual live streaming tersebut jauh dari harga yang biasa ditawarkan di toko maupun di pasar.
"Awalnya beli-beli saja, beli jilbab, baju anak, dan beberapa barang lain seperti makanan dari live Facebook. Lama-lama tertarik juga karena kelihatannya jilbab ini murah, terjangkau, dan banyak yang beli. Akhirnya mulai coba jualan jilbab juga," ungkapnya.
Kiki menggelontorkan modal awal untuk berjualan jilbab sebesar Rp5 juta dan berjualan secara konvensional.
Saat pandemi Covid-19 melanda, bisnis Kiki pun sempat terpuruk karena penurunan kuantitas penjualan. Ditambah suaminya yang merupakan karyawan swasta terkena PHK.
Pendapatan berkurang dan kebutuhan yang meningkat karena harus menghidupi tiga anak pun semakin membuat limbung kondisi keuangan keluarganya. Tabungan Kiki sempat terkuras di bulan Maret-April karena stok barang menumpuk namun penjualan melesu.
Dirinya rela membanting harga di bawah harga modal demi perputaran kas jualannya. Uang hasil pesangon dari suaminya pun digunakan untuk modal jualan.
Pertengahan Maret saat pandemi mulai mencegah warga ke luar rumah secara bebas, Kiki mulai melatih diri agar bisa berbicara di depan kamera dan mengikuti tren berjualan live stream di Facebook.
Setelah pakaian pesanan yang dibelinya dari agen besar di Jawa Tengah tiba, dirinya pun berlatih agar bisa luwes berbicara di depan kamera dan menghadapi para calon pembeli. Awalnya, Kiki mengatakan sempat canggung dan kewalahan dalam menghadapi komentar dan keinginan para calon pembeli.
Namun kini Kiki sudah luwes berbicara di depan kamera dan bisa mengorganisir kegiatan jual-belinya setiap hari.
![]() |
Dirinya pun mendaftar ke salah satu grup jual-beli untuk bisa mendapatkan lapak jualan. Rp50ribu ditransfer Kiki ke admin grup jual-beli tersebut demi mendapatkan keanggotaan dan izin untuk live streaming di grup.
Pada Mei, kondisi jualannya membaik, pembeli pun kembali bertambah. Hingga kini, bisnis jilbab yang dinamainya Tokokiki tersebut semakin meningkat. Hanya dalam waktu 7 bulan, dari modal hanya Rp5 juta sejak Februari, pada September 2020, Kiki dapat meraup omset Rp30 juta per bulannya dari berjualan jilbab via live stream Facebook tersebut.
Dirinya membangun jaringan-jaringan para pembelinya dari grup tersebut. Lama-kelamaan, Kiki merasa pasar yang dijangkaunya terlalu sempit apabila hanya live di grup jual-beli tertentu.
Berbekal basis penonton dan pembeli yang cukup banyak, dirinya pun memberanikan diri untuk live streaming di beranda Facebook pribadinya.
Dari melakukan siaran langsung di halaman Facebook pribadinya, dirinya mengerahkan para penonton dan kenalan untuk membagikannya ke masing-masing beranda.
Dengan cara tersebut, jangkauan pembeli jilbab Kiki pun semakin meluas. Saat ini bahkan dirinya bisa menerima pesanan di luar Palembang, seperti dari Bandung, Bangka Belitung, Jambi, Lampung, Bengkulu, hingga Kalimantan.
Aktivitas bisnis Kiki setiap harinya bergulat di antara live, rekapitulasi barang jualan, dan pengepakan. Sistem penjualannya, Kiki menawarkan barang, calon pembeli memilih barang dan memberikan nomor telepon yang bisa dikontak.
Setelah dikonfirmasi, selepas live Kiki merekapitulasi jumlah belanjaan, meminta alamat dan keesokan hari barang akan diantar oleh kurir.
"Kalau jualan pakai live Facebook ini kita cuma butuh modal HP, wifi kenceng atau kuota. Kalau modal dasar, kita jualan jilbab live dengan di toko sama. Cuma kita tidak keluar modal sewa tempat saja," kata dia.
Kelebihan dari jualan di media sosial pun, kata Kiki, bisa menjangkau konsumen seluas-luasnya. Pelanggan tidak perlu repot datang ke toko, barang akan diantara sesuai pesanan. Hanya menambah ongkos kirim saja.
Beberapa kekurangan dari berjualan secara live, dirinya tidak bisa mengetahui siapa pembelinya dan kepastian orang tersebut membeli atau tidak.
Tidak jarang penontonnya sudah memesan barang tersebut, namun akhirnya tidak jadi karena berbagai alasan.
"Rawan penipuan juga, kadang ada orang kasih nomor telepon ternyata setelah dikonfirmasi, orang itu tidak memesan. Itu lebih ke sistem berjualannya sih, dibuat lebih aman juga bisa dengan cara-cara lain. Ada yang sistem deposit dulu, atau mendaftar dulu ke admin. Itu sudah perlu karyawan dan skala besar jualannya. Kalau saya masih bisa berjualan sendiri. Semua dikerjakan sendiri dan dibantu suami," kata Kiki.
Dari berjualan secara live, sedikit-demi sedikit Kiki dapat membangun jaringan reseller-nya sendiri. Para pelanggan tetap, yang kebanyakan reseller, dibuatkan wadah berupa satu grup WhatsApp. Sehingga pemesanan jilbab tanpa harus melakukan live pun terjadi.
"Untuk belanja modal, seminggu bisa sampai tiga empat kali. Satu kali itu bisa sampai 20 kilogram. Live pun tidak setiap hari. Kadang dua hari atau tiga hari sekali. Stok barang yang datang diusahakan habis dalam waktu seminggu," ujar dia.
Melesunya perekonomian masyarakat kalangan menengah ke bawah saat pandemi Covid-19 melanda terlihat dari data yang dihimpun pemerintah.
Ribuan UMKM Terdampak Corona
Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UMKM Sumsel, dari 163.291 jumlah UMKM yang terdata, sebanyak 12 ribu atau 7,3 persen di antaranya terdampak oleh pandemi Covid-19. Sebagian besar dari jumlah 12 ribu tersebut pun terpaksa menutup usahanya secara permanen. Terlebih masih banyak UMKM terdampak lainnya namun belum mendaftar ke dinas terkait sehingga tidak terdata.
Para pedagang kesulitan menjual produk, mencari pasar, serta mendapatkan bahan baku. Permasalahan yang dialami UMKM sebagai dampak pandemi sangat luas sehingga tidak sedikit yang gulung tikar.
![]() |
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sumsel Musiawati mengatakan, sektor UMKM yang paling terdampak adalah jasa, kuliner, dan fesyen.
Padahal sebelumnya, sektor-sektor tersebut khususnya kuliner menyumbang porsi terbesar pelaku UMKM yakni sekitar 60 persen dari total 160 ribu lebih tersebut.
"Mendorong para pelaku usaha UMKM untuk memanfaatkan platform digital sehingga bisa memasarkan produknya lebih luas," katanya.
Beberapa pelaku UMKM seperti Kiki, berupaya maksimal masing-masing untuk bisa bertahan, dengan memanfaatkan teknologi digital. Dengan perkembangan yang dialami bisnisnya, Kiki optimis berjualan dengan cara tersebut masih bisa dilakukan hingga beberapa waktu ke depan.
"Semoga bisa punya tempat sendiri, toko sendiri kaya nama usaha saya Tokokiki," ucapnya.
(asa/asa)[Gambas:Video CNN]