Berbagai perusahaan AS menuai keuntungan dari kepemimpinan Presiden AS Donald Trump yang menghasilkan peraturan pro pebisnis serta pajak murah.
Namun, diproyeksikan berbagai pihak, Wall Street dan para pemimpin bisnis akan baik-baik saja jika mantan Wakil Presiden Joe Biden memenangkan pilpres. Tak 'takut' dengan kemenangan Biden, jika terpilih ia dinilai akan memperbaiki 'kekacauan' di era Trump.
"Ada perasaan yang berkembang bahwa agar bisnis berjalan dengan baik, agar ekonomi berjalan dengan baik dan tumbuh, Anda memerlukan pemerintahan yang berfungsi," kata profesor Harvard Business School Deepak Malhotra seperti dikutip dari CNN.com, Selasa (3/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biasanya, investor dan pemimpin bisnis tidak akan terlalu optimis tentang prospek Biden mengambil alih Gedung Putih, mengingat ia mendukung tarif pajak perusahaan yang lebih tinggi, memperkuat serikat pekerja, dan mendukung perluasan asuransi kesehatan yang dijalankan pemerintah.
Namun, kekesalan yang memuncak terhadap Presiden Trump, termasuk upayanya yang terus menerus merusak kredibilitas pemilu, membuat masyarakat mempertanyakan kebijaksanaan untuk mendukungnya di masa jabatan periode kedua.
Sebuah survei sekolah manajemen Yale yang melibatkan para CEO menunjukkan 77 persen partisipan mendukung Biden. Survei yang dilakukan pada akhir September ini memprediksikan Biden akan terpilih.
Sementara bulan lalu, Ekonom Deepak Malhotra memposting surat terbuka untuk mendesak para pemimpin bisnis secara terbuka menyatakan Trump tidak layak untuk memimpin dan menimbulkan ancaman bagi republik. Dia mengklaim bahwa para pemimpin bisnis menyimpan opini tersebut dari publik.
Ajakan Malhotra ini telah didukung oleh lebih dari 900 profesor bisnis di seluruh negeri. "Kebijakan berubah seiring waktu, pendulum berayun ke kiri dan ke kanan dan itu tidak membuat orang gelisah. Namun ini menjadi masalah moralitas," katanya.
Posisi Trump juga kian terancam karena Biden tidak dianggap sebagai tokoh yang mengancam bisnis seperti halnya tokoh progresif seperti Senator Bernie Sanders dan Elizabeth Warren.
Respons Trump atas pandemi juga melemahkan posisinya dengan mayoritas CEO yang disurvei oleh sekolah manajemen Yale menilai Trump gagal dalam usahanya mengendalikan pandemi.
Namun, yang benar-benar menjegal Trump adalah kekhawatiran akan kecenderungan Trump merusak lembaga-lembaga demokrasi. Dia juga mengindikasikan kemungkinan untuk menolak hasil pemilu jika kalah, kata Malhotra.
"Jika Anda adalah warga negara AS, setiap suara yang tak memilih Biden adalah suara yang menentang demokrasi," ucap CEO Expensify David Barrett dalam catatan yang dipublikasikan kepada 10 juta pelanggan platform itu.
Sejalan dengan itu, pada minggu lalu, lobi Meja Bundar Bisnis bersama dengan kelompok-kelompok seperti Kamar Dagang AS dan Asosiasi Produsen Nasional mengeluarkan pernyataan tidak biasa yang mendesak orang AS untuk mendukung proses yang ditetapkan dalam undang-undang federal dan negara bagian.
Juga untuk tetap percaya diri dalam tradisi panjang negara AS tentang pemilihan umum yang damai dan adil.
"Peralihan kekuasaan yang damai dan stabil, baik itu ke pemerintahan kedua presiden atau yang baru, adalah ciri khas sejarah 244 tahun AS sebagai negara merdeka," tulis CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon dalam sebuah memo kepada karyawan.