Mendahulukan kuantitas daripada kualitas, Christanto selaku pemilik Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UMKM) Braow Goods melahirkan buah karya berbahan kulit yang klasik, otentik, dan tahan lama.
Dengan desain simpel dan berkelas, produk dompet, tas, hingga notebook cover dan tempat pena Braow Goods mulai menarik perhatian. Christanto yang mengklaim sebagai pecinta barang berbahan kulit merasa produk-produk yang ia miliki tak bertahan lama.
"Awal ide bisnisnya itu, istri sering beliin dompet sebagai hadiah, tapi setiap tahun itu ganti melulu. Jadi (saya pikir) kok kurang durable sih barangnya, apa karena aku yang pakainya kasar?" tutur Christanto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbekal rasa penasaran itu, Christanto berupaya mewujudkan mimpi lewat Braow Goods. Bisa dibilang, ia memulai dengan sangat sederhana, hanya selembar kulit yang diperoleh dari dalam negeri dan didesain sendiri.
Proses produksi mulai dari mendesain, memotong pola, menjahit semua dilakukan menggunakan tangan. Tiga tahun beroperasi, penjualan Braow Goods berhasil menembus pasar internasional seperti Singapura, Australia, Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Portugal, hingga Prancis.
Pengerjaan manual itu yang membuat jahitan produk jauh lebih kuat karena selalu diikat. Christopher meyakini, sentuhan tangan asli merupakan dedikasi dan pasion untuk memberi yang terbaik bagi pelanggan. Hal tersebut seketika menjadi nilai unggul Braow Goods.
Harga produk yang beragam, mulai ratusan ribu sampai jutaan rupiah tak menyurutkan minat pembeli yang mengutamakan kualitas. Seorang pelanggan setia, Diana Nazir mengungkapkan alasannya memilih produk Braow Goods.
Waktu itu, sebagai seorang desainer interior, Diana membeli sejumlah produk Braow Goods. Di antaranya, sebuah mangkuk berbentuk segi empat yang terjahit begitu rapi. Tak ayal, Diana pun langsung jatuh cinta.
"Jadi dia (Braow Goods) punya macem-macem finishing itu keren banget, natural tapi kelihatan sangat mahal. Kalau orang mengerti valur (produk), saya rasa itu enggak mahal. Itu bagus sekali. Saya rasa orang Indonesia harus membuat positioning yang baru untuk harga barang. Karena kalau kita selalu di bawah harga pasar, tidak bisa mengapresiasi karya sendiri, nanti lama-lama orang nyari barang Indonesia (jadi) murah. Kan sayang banget," papar Diana.
Kesuksesan Braow Goods terhenti ketika pandemi Covid-19 melanda. Omzet turun hingga 50 persen, terlebih tidak ada pegaleran bazaar akibat pembatasan sosial. Sisi ekspor pun tak seramai biasa. Inovasi, relasi, dan konsistensi disebut Christanto sebagai salah satu cara bertahan di tengah situasi sulit.
Christanto lantas berinovasi dengan membuat kalung pena, seuntai kulit yang bisa digantungi alat tulis. Kemudian, ia bergabung dalam program #BeliKreatifLokal besutan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Di sana, Christanto menyebut mendapat banyak kawan sesama pelaku UMKM.
Selain itu, ia juga memperoleh pengajaran tentang menjalankan bisnis dengan benar, termasuk soal manajemen keuangan, peningkatan produk, serta peamasaran secara digital. Tak lupa, Christanto menerapkan protokol kesehatan dalam setiap tahapan produksi, termasuk memakai kaos tangan, masker.
"Dulu sih kita cuma yang oke, kita ada foto bagus, kita share di Instagram, dengan hashtag yang standar. Di Kamenparekraf itu benar-benar diajarin, kita harus menentukan target ke siapa. Kita eksplor dulu, jual tepat ke target yang kita mau, jadi enggak asal jual saja. Kita ngerasain, oh ternyata bermanfaat ya. Jadi bagaimana cara penjualan online, jual barang online itu yang kita pelajari di #BeliKreatifLokal," kata Christanto menambahkan.
Upaya konsisten Brauw Goods berbuah manis. Didukung Kemenparekraf, Brauw Goods terus berkembang, dibantu oleh masyarakat sebagai konsumen produk yang akan mendorong pergerakan ekonomi lokal.
(rea)