Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso meminta asosiasi fintech, terutama yang bergerak di bidang peer to peer lending (P2P) atau pinjaman online (pinjol), aktif dalam menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan anggotanya.
Hal ini perlu dilakukan sebagai bentuk self regulatory organization (SRO) serta agar semua permasalahan yang dialami nasabah tak melulu lari ke OJK.
"Kalau sampai sekian ribu orang yang merasa dirugikan datang ke OJK. Nah ini kami pertanyakan peran SRO-nya," ujar Wimboh dalam Ngobrol Digital yang digelar ISED, Rabu (18/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wimboh menyampaikan asosiasi pinjol juga perlu memastikan market conduct berjalan dengan baik.
Pasalnya hampir sebagian besar masyarakat Indonesia yang terkoneksi dengan fintech memiliki tingkat literasi keuangan yang rendah yakni hanya 35,51 persen.
Sementara, tingkat inklusi keuangan mencapai 76,19 persen. "Untuk itu kami harapkan peran SRO melakukan di lapangan termasuk edukasi, menyelesaikan dispute, mendisiplinkan pelakunya. Kami sepakat bahwa ada code of conduct, yang bandel tolong di-enforce," imbuhnya.
Dengan demikian, lanjut Wimboh, asosiasi juga tak boleh abai dalam mendesain, menyusun dan menyampaikan informasi, menawarkan, membuat perjanjian, atas produk atau layanan serta penyelesaian sengketa dan penanganan pengaduan secara tepat.
"Asosiasi fintech harus jadi front line sehingga kalau ada isu-isu di lapangan yang kita anggap sebagai SRO fintech turun tangan dan menyelesaikan dengan cara market solution," tandasnya.