Cicilan Klaim Dihentikan, Nasabah Resah Status PKPU Kresna

CNN Indonesia
Jumat, 18 Des 2020 06:53 WIB
Nasabah mengungkapkan Asuransi Jiwa Kresna tidak bisa melakukan pembayaran klaim jatuh tempo usai ditetapkan status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Nasabah mengungkapkan Asuransi Jiwa Kresna tidak bisa melakukan pembayaran klaim jatuh tempo usai ditetapkan status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Ilustrasi. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Nasabah PT Asuransi Jiwa Kresna mengaku resah atas Putusan Sela Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menetapkan perusahaan tersebut dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Pasalnya dalam pertemuan bersama 15 Desember lalu, manajemen Kresna mengatakan bahwa putusan PKPU tersebut, membuat mereka tidak dapat melakukan pembayaran klaim jatuh tempo kepada nasabah-nasabah yang sudah menanda tangani Perjanjian Kesepakatan Bersama (PKB).

"Nasabah benar-benar merasa sangat dirugikan dan mendesak OJK agar segera mengambil tindakan sesuai tupoksi OJK dalam perlindungan konsumen," ucap Laila, salah satu perwakilan dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (17/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, Pasal 50 Undang-Undang 40 tahun 2014 tentang Perasuransian menyebutkan, permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi dan reasuransi baik yang konvensional maupun syariah hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Nasabah meminta OJK agar segera mengambil tindakan yang diperlukan karena PKPU tersebut dianggap bertentangan dengan UU yang berlaku dan akan sangat merugikan nasabah," imbuhnya.

Nasabah juga berpendapat bahwa upaya PKPU tersebut penuh dengan kejanggalan dan terkesan direkayasa agar Kresna dapat menunda kewajiban pembayaran polis jatuh tempo kepada nasabah yang telah menandatangani PKB.

"Karena logikanya adalah nasabah "tidak mau" ditunda pembayarannya dan sudah berjuang keras sejak May 2020 lalu untuk mendapatkan kembali hak nasabah jadi mengapa ada nasabah yang malah meminta pembayaran ditunda," imbuhnya.

Sejak Februari 2020, Kresna disebut tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran terhadap pemegang polis dan melakukan pembayaran secara bertahap. Sampai saat ini hanya polis yang berjumlah di bawah Rp50 juta yang baru bisa dibayar penuh oleh Kresna.

Disamping itu pembayaran manfaat polis pun sudah dihentikan sejak pertengahan Mei 2020.

Nasabah sendiri, aku Laila, sebenarnya sudah menghadap OJK beberapa kali untuk membicarakan masalah tersebut. Kemudian, pada 3 Agustus 2020 OJK menjatuhkan sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) No.S-342/NB.2/2020 karena menemukan pelanggaran-pelanggaran oleh Kresna.

Salah satu pelanggaran terberat adalah melewati batas investasi di group afiliasi mereka sendiri yang mencapai sekitar 75 persen, melampaui batas ketentuan maksimal 25 persen. "Sehingga pada waktu saham-saham group afiliasinya jatuh, AJK menjadi insolvent," ucapnya.

PKU itu dicabut OJK pada 4 November 2020. Namun lima hari kemudian yakni 9 Desember, OJK kembali menjatuhkan sanksi PKU melalui pengumuman Nomor PENG-29/NB.2/2020.

OJK Tak Bisa Intervensi PKB

Pada tanggal 3 Agustus 2020, Kresna juga pernah mengeluarkan rencana pembayaran nasabah yang dicicil dari 8 bulan sampai dengan 60 bulan berdasarkan besarnya nilai polis.

Rencana ini ditolak keras oleh para nasabah. Kemudian masalah gagal bayar AJK juga sudah dibawa ke Rapat Dengar Pendapat pada 25 Agustus 2020 dengan Komisi XI DPR di mana dihadirkan OJK dan perwakilan nasabah. Saat itu, nasabah meminta agar OJK benar-benar bertindak tegas kepada Kresna.

Pada 2 September, OJK akhirnya mengadakan mediasi antara perwakilan nasabah dengan Kresna hingga perusahaan tersebut kemudian mengeluarkan revisi rencana pembayaran pada 7 September 2020 yang menjadi 54 bulan dari sebelumnya 60 bulan.

Di samping itu nasabah juga diminta menanda-tangani PKB yang melepas hak Polis dan tidak dapat melakukan tuntutan apa pun selanjutnya. Di samping itu, nasabah juga diminta menanda-tangani PKB yang melepas hak polis dan tidak dapat melakukan tuntutan apa pun selanjutnya.

"Nasabah meminta tanggapan OJK atas PKB tersebut dan menurut OJK, PKB tersebut merupakan perjanjian hutang-piutang biasa dan bukan dalam ranah OJK lagi," jelas Laila.

Sebagian nasabah yang kebingungan, membutuhkan dana dan putus atas, akhirnya menandatangani PKB yang ditawarkan Kresna. Menurut manajemen sudah sekitar 7.500 nasabah yang menyetujui perjanjian tersebut.

[Gambas:Video CNN]

"Jadi tinggal 2.000 nasabah yang tidak setuju menandatangani PKB dan menuntut pembayaran polis penuh. Kresna tidak dapat memberikan alasan jelas mengapa polis harus digantikan dengan PKB dan tetap tidak melakukan pembayaran," ujarnya.

Redaksi berusaha menghubungi Associate Director Kresna Gatot Budianto melalui telepon dan pesan singkat. Namun, yang bersangkutan belum merespons.

(hrf/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER