ANALISIS

PSBB Jawa-Bali, Pil Pahit Lawan Pandemi dan Pulihkan Ekonomi

CNN Indonesia
Kamis, 07 Jan 2021 08:05 WIB
Penerapan PSBB Jawa-Bali harus tegas agar bisa efektif menekan penyebaran virus corona dan membangun pondasi pemulihan ekonomi ke depan.
Penerapan PSBB Jawa-Bali yang tidak efektif hanya akan menambah beban fiskal. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma).

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai penerapan PSBB Jawa-Bali yang tidak efektif berisiko menambah beban fiskal.

Pasalnya, ketika aktivitas dijalankan di rumah pemerintah masih harus menggelontorkan berbagai bentuk subsidi mulai dari listrik hingga pulsa untuk aktivitas belajar-mengajar.

Di samping itu pemerintah sudah pasti akan menggelontorkan berbagai insentif tambahan untuk mencegah banyak usaha gulung tikar atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti diketahui, selama protokol kesehatan masih diterapkan, ekonomi tak bisa beroperasi 100 persen. Jika skala ekonomis tak terpenuhi perusahaan akan melakukan efisiensi dan menahan investasi baru karena beresiko merugi.

"Perlu dilihat apakah di pertengahan tahun nanti ternyata kondisinya tidak berbeda dengan tahun lalu. Kalau seandainya kondisi demikian, sudah tentu pemerintah harus buka opsi untuk menambah anggaran pemulihan ekonomi. Termasuk juga yang berkaitan dengan menjaga daya beli, bansos, bantuan UMKM," terangnya.

Di luar hal tersebut, pemerintah juga harus menghitung ulang target penerimaan pajak di kisaran 8,4 persen sampai 9,1 persen terhadap PDB seperti yang tercantum dalam kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal 2021.

Pasalnya, untuk meningkatkan penerimaan, aktivitas ekonomi harus berjalan tanpa hambatan. Jika PSBB masih terus berlangsung hingga beberapa bulan ke depan, otomais dibutuhkan stimulus fiskal yang agresif yang berdampak defisit anggaran akan meningkat.

Padahal, merintah menargetkan untuk menekan defisit ke bawah 3 persen hingga 2023. Artinya, secara mau tak mau defisit tahun ini harus lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai sebesar 6,09 persen dari PDB atau Rp956,3 triliun.

"Pemerintah harus hati-hati lakukan pengetatan kebijakan fiskal. Kalah melihat kondisi sekarang harusnya lebih longgar dengan bansos dan insentif supaya membantu pemulihan. Tapi juga harus ada evaluasi dari tahun lalu, mana yang efektif dan mana yang tidak," jelas Yusuf.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani tak memungkiri pemberlakuan PSBB Jawa dan Bali akan menekan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.

Perkiraan itu didasarkan pada kebijakan yang pernah diterapkan pemerintah pada awal kemunculan pandemi corona pada Maret 2020, di mana sejumlah daerah menerapkan PSBB ketat supaya virus corona tidak menyebar.

Efeknya, konsumsi masyarakat tertekan dan menyebabkan ekonomi kuartal II anjlok jadi minus 5,32 persen. "Pasti ada dampaknya ke perekonomian dan pemerintah tidak punya banyak pilihan. Kalau tidak dilakukan (PSBB) ekonomi bisa tambah buruk," tegasnya.



(sfr/hrf/sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER