Direktur Strategi Bisnis dan Portofolio PT Len Industri (Persero) Linus Andor Mulana Sijabat mengatakan Indonesia jauh tertinggal dengan negara tetangga dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Sebagai perbandingan, saat ini kapasitas PLTS terpasang di Indonesia masih di bawah 200 Megawatt (MW). Sementara, Vietnam sudah memiliki kapasitas terpasang PLTS 5,9 Gigawatt (GW).
"Negara lain, Filipina aja yang politiknya kayak gitu dia sudah 2 Gigawatt. Vietnam sekarang sudah 5,9 Gigawatt dan on going project 10 Gigawatt, jadi saya kira kita banyak tertinggal," ucapnya dalam video conference, Kamis (21/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Linus, lambatnya pengembangan PLTS di Indonesia disebabkan oleh tingginya harga solar panel yang berpangkal dari kecilnya kapasitas produksi.
"Di negara lain juga sudah ekonomis, cuma kita sekarang bagaimana masih belum. Memang kalau dibikin sedikit-dikit, 1 Megawatt, 1 Megawatt, enggak ekonomis, harganya pasti mahal," jelasnya.
Di samping itu, kata dia, rendahnya pengembangan PLTS juga karena minimnya partisipasi masyarakat untuk menggunakan solar panel di atap rumahnya masing-masing. Hal ini tak lepas dari minimnya pemberian kredit murah kepada masyarakat yang ingin menggunakan PLTS Atap.
Untungnya, kata dia, BRI mau bekerja sama dengan perusahaannya untuk memberikan pembiayaan kepada masyarakat yang ingin membeli solar panel.
"Selama ini masyarakat antusias. Namun, karena memang selama ini belum ada skema pembiayaan murah untuk akses PLTS Atap ini maka akselerasi PLTS Atap belum bisa dilaksanakan secara maksimal," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jendral Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menjelaskan kerja sama tersebut sangat penting untuk mendorong target bauran energi baru terbarukan 23 persen pada 2025.
"Saya ucapkan terima kasih pada BRI dan PT Len yang telah bersedia membantu kami untuk merealisasikan mendorong mengimplementasikan EBT energi bersih," tandas Djoko.