Pengamat Nilai Pemotongan Insentif Nakes Logika yang Salah

CNN Indonesia
Kamis, 04 Feb 2021 14:58 WIB
Pengamat menilai rencana pemerintah memangkas insentif tenaga kesehatan (nakes) di tengah pandemi covid-19 merupakan kesalahan besar.
Pengamat menilai rencana pemerintah memangkas insentif tenaga kesehatan (nakes) di tengah pandemi covid-19 merupakan kesalahan besar.(CNN Indonesia/Bisma Septalisma).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pengamat menilai rencana pemerintah memangkas insentif tenaga kesehatan (nakes) di tengah pandemi corona merupakan kesalahan besar. Hal ini berpotensi menurunkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai pemerintah seharusnya tak memangkas insentif tenaga kesehatan dan merealokasi dananya untuk pos lain. Pasalnya, tenaga kesehatan adalah garda terdepan dalam penanganan pandemi covid-19.

Risiko yang dihadapi tenaga kesehatan sangat besar dalam menjalankan tugasnya. Potensi tenaga kesehatan terpapar covid-19 sangat tinggi. Belum lagi, kasus penularan covid-19 yang terus meningkat membuat tingkat okupansi rumah sakit juga naik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alhasil, beban kerja tenaga kesehatan juga meningkat berkali-kali lipat dibandingkan dengan sebelum ada pandemi.

"Insentif bentuk terima kasih pemerintah ke tenaga medis, karena risiko tenaga medis tinggi. Ini artinya insentif tenaga kesehatan bukan dipotong, tapi ditambah. Pemotongan insentif ini logika yang salah," ucap Bhima kepada CNNIndonesia.com, Kamis (4/2).

Saat ini, Indonesia dan seluruh sedang mengalami krisis kesehatan yang berdampak pada seluruh sektor dan menyebabkan ekonomi runtuh. Namun, pemulihan ekonomi tak bisa dilakukan jika sektor kesehatannya belum membaik.

"Kalau kesehatan ditangani baik, pemulihan ekonomi bisa terjadi. Kalau mau realokasi, harusnya belanja rutin seperti belanja barang, proyek infrastruktur digeser saja," kata Bhima.

Menurutnya, pemerintah masih memiliki kemampuan untuk memberikan tenaga kesehatan dengan nominal yang sama seperti tahun lalu. Namun, andai kata uang pemerintah kurang, Bhima menyarankan agar ada realokasi dari dana infrastruktur untuk sektor kesehatan.

"Kalau memang defisit tidak ada anggaran bisa realokasi dari proyek infrastruktur, karena tidak masuk masih anggarkan dana infrastruktur Rp417 triliun. Sekarang masalahnya kesehatan dulu," jelas Bhima.

Pada 2020, insentif untuk dokter spesialis sebesar Rp15 juta, dokter umum dan gigi Rp10 juta, bidan dan perawat Rp7,5 juta, serta tenaga medis lainnya Rp5 juta.

Namun, kini muncul wacana bahwa insentif untuk dokter spesialis hanya Rp7,5 juta, dokter umum dan gigi Rp5 juta, bidang dan perawat Rp3,75 juta, serta tenaga medis lainnya Rp2,5 juta.

Menurut Bhima, jika pemerintah memotong insentif tenaga kesehatan, maka akan timbul demotivasi di industri kesehatan. Akibatnya, tenaga kesehatan tidak ada semangat untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan.

"Mereka merasa ah pemerintah saja kurang perhatian kok. Itu berbahaya," ujar Bhima.

Pemerintah Harus Kaji Ulang

Senada, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyatakan Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan perlu mengkaji lagi rencana pengurangan insentif bagi tenaga kesehatan. Apalagi, pemerintah terus menaikkan anggaran penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021.

Semula, anggarannya hanya sebesar Rp356,5 triliun. Namun, kini pemerintah memproyeksi anggaran untuk penanganan covid-19 dan PEN 2021 mencapai Rp619 triliun atau hampir sama dengan 2020 yang sebesar Rp695,2 triliun.

"Kalau anggaran PEN meningkat terus berarti harusnya ada pos yang ditambah, bukan dipangkas. Apalagi untuk tenaga kesehatan ini," ucap Yusuf.

Menurutnya, insentif untuk tenaga kesehatan bukan soal mendongkrak daya beli masyarakat. Tanpa itu, sebenarnya tenaga kesehatan sudah memiliki pemasukan yang pasti karena mendapatkan gaji setiap bulan.

Namun, insentif tenaga kesehatan diberikan untuk tanda apresiasi dari pemerintah. Masalahnya, beban kerja tenaga kesehatan melonjak selama pandemi yang sudah merebak sekitar satu tahun di Indonesia.

Beban kerja yang meningkat berkali-kali lipat itu membuat beberapa tenaga kesehatan harus meninggalkan keluarganya lebih lama dari sebelum ada pandemi. Sebab, jam kerja mereka bertambah.

"Jadi ini dari segi kemanusiaan. Lihatnya lebih luas, kalau pendapatan tenaga kesehatan sendiri mungkin cukup. Tapi ini dari sisi apresiasi, jadi penting. Bukan untuk dongkrak daya beli, kalau itu lebih untuk perlindungan sosial dan UMKM," jelas Yusuf.

Ia menambahkan pemerintah juga belum dalam posisi untuk menarik insentif dengan cepat dari masyarakat. Yusuf memandang keuangan negara masih bisa untuk menyalurkan insentif dengan nominal yang sama seperti tahun lalu kepada tenaga kesehatan.

"Apalagi pemerintah kan menaikkan anggaran PEN, jadi jangan dipangkas. Jangan sampai pemerintah buru-buru menarik beragam stimulus," kata Yusuf.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyatakan pihaknya masih melakukan negosiasi dengan Kementerian Kesehatan mengenai insentif tenaga kesehatan. Sejauh ini, ia mengaku belum ada keputusan final.

"Kementerian Keuangan bersama Kementerian Kesehatan masih terus melakukan penghitungan detail rencana belanja detail dengan perkembangan dinamis ini, sehingga dukungan untuk penanganan covid dapat terpenuhi di 2021 ini," tutur Askolani.

Isu Kementerian Keuangan akan memangkas insentif tenaga kesehatan yang menangani covid-19 diketahui dari surat Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Surat tersebut tertanggal 1 Februari 2021. Surat itu diunggah oleh pemilik akun twitter @asaibrahim.

Dalam surat mengenai Permohonan Perpanjangan Pembayaran Insentif Bulanan dan Santunan Bagi Tenaga Kesehatan dan Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis yang Menangani Covid-19 itu, insentif tenaga kesehatan berkurang dari tahun lalu.

Detailnya, insentif dokter spesialis ditetapkan sebesar Rp7,5 juta dari sebelumnya Rp15 juta. Lalu, dokter umum dan gigi sebesar Rp5 juta dari sebelumnya Rp10 juta.

Sementara itu, insentif bidan dan perawat Rp3,75 juta dari sebelumnya Rp7,5 juta dan tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp2,5 juta dari sebelumnya Rp 5 juta.

Lalu, santunan kematian sebesar Rp300 juta masih tetap atau sama seperti tahun lalu. Ada pula insentif peserta PPDS sebesar Rp6,25 juta yang baru diberikan tahun ini.

[Gambas:Video CNN]



(aud/age)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER