Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan tidak ada kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada industri sawit akibat pandemi covid-19. Gapki juga mengatakan operasional industri sawit berjalan normal di tengah pandemi covid-19, baik dari sisi perkebunan, petani, dan pabrik.
Ketua Umum Gapki Joko Supriyono mengatakan secara umum industri sawit bisa melewati tantangan 2020 dengan baik.
"Kami bisa tunjukkan kinerja dengan bagus, sementara banyak sektor kesulitan, banyak sektor PHK karyawan, tapi saya monitor di industri sawit tidak terjadi, pengurangan dan perumahan karyawan juga tidak terjadi, serta tidak terjadi penghentian operasi karena kasus covid," ujarnya dalam acara Refleksi Industri Sawit 2020 dan Prospek 2021, Kamis (4/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan konsumsi minyak sawit (CPO) dalam negeri justru bertambah sepanjang 2020 meskipun terjadi krisis akibat covid-19. Gapki mencatat konsumsi produk turunan CPO mencapai 17,35 juta ton, atau naik 3,6 persen dari 2019 yang sebesar 16,75 juta ton.
"Ini terutama ditopang oleh biodiesel, karena B30 diumumkan presiden tetap jalan, itu kemudian bisa mendorong sentimen positif," ucapnya.
Hingga akhir 2020, Gapki mencatat konsumsi CPO untuk biodiesel mencapai 7,2 juta ton, atau tumbuh 24,13 persen dari 2019 yang tercatat 5,8 juta ton. Kenaikan itu ditopang kelanjutan program B20 menjadi B30 sehingga mendorong permintaan CPO.
Sementara itu, konsumsi CPO untuk oleokimia melonjak paling drastis sebesar 121,34 persen, dari semula 89 ribu ton di Januari 2020 menjadi 197 ribu di Desember 2020. Menurutnya, kenaikan ini dipicu oleh kebutuhan bahan baku produk hand sanitizer dan sabun selama pandemi covid-19.
"Oleokimia juga cukup amazing. Ini dugaan saya karena berkaitan dengan pandemi itu justru desinfektan dan sabun pembersih segala macam," katanya.
Namun, permintaan CPO untuk pangan justru merosot. Gapki mencatat konsumsi CPO untuk pangan pada Januari 2020 sebesar 801 ribu ton, lalu turun menjadi 638 ribu ton pada Juni 2020.
Ia mengatakan pelonggaran pembatasan mendorong kembali permintaan CPO untuk pangan menjadi 723 ribu ton pada Desember 2020.
"Ini sangat bisa dimaklumi karena pasti dengan PSBB itu restoran tutup semua, mengalami pengurangan, jadi konsumsi (CPO) pangan turun. Apalagi kalau bicara minyak goreng itu dominan untuk hotel, restoran, dan katering, kalau ketiganya mengalami penurunan permintaan, pasti berdampak," terangnya.