Setali tiga uang, Ekonom Indef Tauhid Ahmad juga punya pemikiran demikian. Tauhid menggarisbawahi jurus-jurus ini agar tidak cuma jadi teori, tapi memang benar-benar diimplementasikan secara serius.
Soal riset misalnya, pemerintah tidak boleh pelit menambah anggaran riset yang saat ini baru sekitar 0,25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Kenapa riset penting?
"Agar kita benar-benar bisa menghasilkan produk yang sesuai kebutuhan dan pas untuk dikembangkan industri besar maupun UMKM," jelas Tauhid.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Jokowi: Gaungkan Benci Produk Luar Negeri |
Satu hal lagi yang tak kalah penting soal riset, kata Tauhid, yaitu jangan sampai riset yang sudah sedemikian rupa hanya jadi buku dan laporan saja, lalu ditumpuk di perpustakaan. "Harus ada tahap inventori ke industri untuk bisa diterapkan," imbuhnya.
Di sisi lain, menurut Tauhid, yang juga perlu dilakukan pemerintah adalah tegas mewajibkan perusahaan asing yang masuk ke dalam negeri untuk melakukan alih teknologi. Selama ini, hal tersebut cuma jadi kelebihan industri yang mau berbagi, tapi tidak wajib, padahal seharusnya jadi keharusan oleh negara.
Kebijakan lain yang juga perlu diterapkan adalah penguatan pemeriksaan standardisasi barang impor yang masuk ke dalam negeri oleh petugas bea dan cukai.
"Ada tidak SNI-nya, sesuai tidak? Biasanya hanya tahu barangnya bagus saja, tapi tidak sesuai standar ternyata. UMKM pun harus bisa didorong untuk penuhi SNI sehingga produknya dilirik," katanya.
Tak ketinggalan, soal tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang sekarang baru sekitar 70 persen. Untuk produk-produk khusus yang sudah bisa dipenuhi secara lokal dan berdaya saing, seharusnya bisa dipaksa jadi TKDN 100 persen.
Kendati begitu, berbagai jurus ini memang suka tidak suka masih perlu waktu untuk berproses. Sebab, memang tidak bisa semua ujug-ujug jadi benci produk asing dan beralih ke produk lokal.
"Seperti persoalan TKDN juga susah kan sebenarnya? Misal pengadaan barang dan jasa pemerintah, itu sekarang baru 70 persen, harusnya 100 persen. Tapi susah kan? Seperti kendaraan dinas, barang-barangnya agar tidak perlu impor, ini yang harus dilakukan lebih dulu oleh pemerintah," ucapnya.
"Tidak perlu jauh-jauh, sekarang vaksin pun dari luar negeri, meski diolah, tapi belum ada hasilnya," pungkasnya.
(bir/bir)